Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said menyatakan tidak akan menghentikan ekspor batu bara meski konsumsi dalam negeri meningkat.
Sudirman mengatakan, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang baru beroperasi untuk menjalankan program kelistirkan 35 ribu Mega Watt (MW), akan meningkatkan peyerapan batu bara dalam negeri.
"Dengan nanti selesai pembangkit 35 ribu MW secara bertahap akan makin banyak konsumsi dalam negeri," kata Sudirman, di Jakarta, Senin (16/3/2015).
Advertisement
Menurut Sudirman, meski porsi penyerapan batu bara akan berubah menjadi 60 persen dari produksi, pemerintah tidak akan menghentikan ekspor batu bara. Pasalnya, komoditas tersebut juga menjadi sumber pemasukan negara untuk mendorong perekonomian.
"Tidak ada arah menghentikan ekspor, 60 persen. Saya kira dunia luar tidak diam, tidak ada maksud sama sekali hentikan ekspor," ungkapnya.
Sudirman menambahkan, salah satu yang menjadi andalan pasokan listrik adalah PLTU yang terletak di mulut tambang. Bahkan pemerintah telah memberi kemudahan pengembang PLTU mulut tambang yang sudah beroperasi untuk melakukan ekspansi menambah PLTUnya.
"Mulut tambang andalan. Power generation sudah beroperasi, kalau sudah punya pembangkit operasi mereka bisa ekspansi, sudah terbukti mengoperasikan, peraturan sudah mengatakan itu," kata Sudirman.
Sebelumnya pemerintah Indonesia bakal menyerap seluruh produksi batu bara perusahaan tambang untuk kebutuhan dalam negeri. Dengan demikian, ekspor batu bara bakal ditiadakan dalam kurun waktu 15 tahun mendatang.
Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, R Sukhyar menyebut, berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 mengacu pada Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015, rencana produksi pada tahun ini ditargetkan 425 juta ton dan merosot menjadi 400 juta ton di 2019.
"Kebijakan pemerintah meminta penggunaan batu bara di dalam negeri lebih besar, jadi suatu saat nanti ekspor batu bara bakal zero (nol). Target pemanfaatan batu bara di pasar domestik sangat tajam, jadi mungkin baru berlaku 15 tahun dari sekarang," ujar Sukhyar.(Pew/Ahm)