Harga Rp 40 Ribu/Bulan, Swasta Tak Tertarik Bangun Jaringan Gas

Kepala BPH Migas, Andy Noorsaman menuturkan, pihak swasta akan tertarik bangun infrastruktur gas bila harga jual dipatok Rp 80 ribu.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 05 Apr 2015, 17:32 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2015, 17:32 WIB
Jokowi Resmikan Penyaluran Gas ke Rusun Marunda
Jaringan pipa gas di Rusun Marunda ini merupakan tahap awal pengoperasian jaringan gas di rusun Jabotabek, Jakarta, (25/9/14). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah tengah sibuk menggenjot pembangunan infrastruktur jaringan gas kota di seluruh Indonesia. Lantaran penggunaan gas kota sangat aman dengan harga terjangkau Rp 40 ribu per bulan.

Kepala Badan Pengatur Hilir Migas, Andy Noorsaman Sommeng menyatakan, investasi jaringan gas kota tidak diminati pihak swasta mengingat harga yang kurang menarik. Belum lagi pengembalian modal yang baru dapat dinikmati puluhan tahun lamanya.

"Swasta tidak mau investasi karena harga gas murah. Pengembaliannya bisa 28 tahun. Sebab harga gas kota Rp 40 ribu per bulan, sudah buat memasak dan lainnya," tutur dia kepada wartawan di Jakarta, Minggu (5/4/2015).

Andy menegaskan, swasta bakal tertarik membangun infrastruktur gas kota apabila harga jual dipatok sekira Rp 80 ribu sampai Rp 100 ribu per bulan. Harga itu masih di bawah harga jual elpiji 12 kg.

"Kalau mau menarik harganya Rp 80 ribu atau Rp 100 ribu per bulan. Jika tidak dipakai seperti ada abodemennya Rp 50 ribu per bulan," sambungnya.

Kata Andy, penggunaan gas kota telah ada sejak zaman kolonial Belanda. Saat ini sudah masuk wilayah Jakarta, Bogor, Surabaya, Palembang, Tarakan, Semarang, Lampung dan Jambi.

"Untuk satu rumah tangga, investasi jaringan gas kota membutuhkan Rp 10 juta. Jika dalam satu kota ada 100 ribu rumah tangga, maka dikalikan Rp 10 juta, sekira Rp 1 triliun," jelas Andy.  

Dia mengaku, PT Perusahaan Gas Negara Tbk bekerjasama dengan para pengembang untuk membangun jaringan gas kota. Upaya ini untuk membantu menekan impor elpiji sekira 3 juta ton karena ketimpangan antara produksi dan konsumsi.

"Produksi kita cuma 1 juta ton, sedangkan konsumsi elpiji 4 juta ton. Jadi harus impor 3 juta ton. Kalau kondisinya begini terus, maka mau tidak mau, harga elpiji 3 kg maupun 12 kg bakal naik terus karena harus mengikuti fluktuasi harga minyak Aramco," pungkas Andy.

(FOTO:Antara)

Sebelumnya pengembangan infrastruktur gas bumi menjadi prioritas dari PT Perusahaan Gas Negara (PGN) sebagai upaya memperluas pemanfaatan gas bumi bagi masyarakat.

Mulai dari rumah tangga, UKM, industri, komersial, pembangkit listrik hingga transportasi. Baik itu di wilayah eksisting maupun merambah daerah baru atau melakukan pioneering. Sebab itu, PGN agresif untuk membangun jaringan pipa gas di berbagai wilayah Indonesia. Mulai dari Sumatera hingga ke Jawa.

"Selama delapan tahun terakhir misalnya, PGN telah membangun jaringan pipa sepanjang 911 km," kata Juru Bicara PGN Irwan Andri Atmanto.

Adapun pada 2007 panjang pipa PGN adalah 5.250 km dan pada akhir 2014 menjadi 6.161 km. Dalam setahun terakhir, berbagai jaringan pipa yang selesai dibangun antara lain pipa distribusi gas bumi di Lampung sepanjang 90 km. (Fik/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya