Eksportir Kopi Tak Nikmati Penguatan Dollar AS

Harga kopi dunia jenis robusta turun 15 persen yaitu dari US$ 2.100 per ton pada akhir tahun lalu kini turun menjadi US$ 1.800 per ton.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 09 Apr 2015, 10:22 WIB
Diterbitkan 09 Apr 2015, 10:22 WIB
Kopi Arabica Indonesia Paling Digemari di Eropa
Meski dikenal dengan kopi Robustanya, namun ternyata jenis kopi Arabica dari Indonesia lebih banyak menarik para penggemar kopi asal Eropa.

Liputan6.com, Semarang - Penguatan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah ternyata tidak berbuah manis bagi eksportir kopi. Pasalnya, harga komoditas tersebut saat ini sedang menurun sehingga para eksportir kopi tidak bisa menikmati keuntungan dari selisih kurs.

Wakil Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Jawa Tengah, Moelyono Soesilo menjelaskan, para eksportir kopi biasanya mendapat untung besar saat kurs dolar AS menguat terhadap rupiah. Alasannya, pedagang menjual komoditas tersebut dengan dolar AS dan saat dirupiahkan maka akan ada keuntungan tambahan dari selisih kurs.

Namun pada penguatan dolar AS yang terjadi sejak awal tahun ini, eksportir kopi tidak bisa menikmati keuntungan tersebut karena harga jual komoditas kopi sedang mengalami penurunan.

"Penguatan dolar berakibat pada tertekannya harga sejumlah komoditas pertanian di antaranya kopi, coklat, dan gula. Kondisi tersebut terjadi karena sejumlah komoditas tersebut tidak hanya diekspor ke Amerika Serikat tetapi juga ke sejumlah negara di Eropa dan Afrika yang sedang mengalami penurunan permintaan," kata Moelyono Soesilo, Kamis (9/4/2015).

Sebagai gambaran, untuk harga kopi dunia jenis robusta turun 15 persen yaitu dari US$ 2.100 per ton pada akhir tahun lalu kini turun menjadi US$ 1.800 per ton pada Maret 2015.

Hal ini sangat mengkhawatirkan eksportir kopi, terutama jika semakin menguat dan menekan rupiah maka harga kopi akan semakin rendah, dengan demikian keuntungan yang diperoleh petani maupun eksportir kopi juga akan turun.

"Memang saat ini hampir semua negara penghasil komoditas pertanian salah satunya kopi mengalami penurunan mata uang. Bahkan Brazil yang merupakan negara penghasil kopi terbesar juga mengalami penurunan mata uang terendah dalam 20 tahun terakhir," kata Moelyono.

Kondisi yang tidak baik ini berpengaruh terhadap volume ekspor kopi yang dikirim ke Amerika Serikat. Penguatan dolar AS juga tak membuat eksportir kopi dari Brazil bisa menikmati keuntungan besar.

Menghadapi kondisi pasar Amerika dan Eropa yang masih dalam tahap pemulihan, eksportir kopi Jawa Tengah saat ini lebih menyasar ke pasar ASEAN.

"Pasar Vietnam dan India akhir-akhir ini sudah mulai bagus, ini yang akan kami optimalkan. Meskipun sebagian dari mereka sudah memproduksi kopi sendiri tetapi karena kualitas kopi kita yang sangat baik maka tetap mendapat pasar di negara-negara tersebut," kata Moelyono. (Edhie Prayitno Ige/Gdn)

Tag Terkait

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya