Liputan6.com, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto akan mewajibkan perusahaan atau eksportir menempatkan devisa hasil ekspor (DHE) di perbankan nasional yang mulai diterapkan pada satu bulan mendatang.
"Kita juga dalam waktu dekat akan mewajibkan semua perusahaan yang menerima kredit dari bank pemerintah harus menempatkan hasil penjualan ekspor-nya di bank di Indonesia,” ujar Prabowo saat memberikan arahan kepada jajaran menteri, wakil menteri dan kepala lembaga saat sidang kabinet, seperti dikutip dari Antara, Rabu (22/1/2025).
Advertisement
Baca Juga
Prabowo menuturkan, melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, kebijakan itu akan diterapkan satu bulan mendatang, atau diperkirakan Maret mendatang.
Advertisement
Prabowo menilai, kebijakan itu wajar dan masuk akal seiring eksportir yang memakai fasilitas kredit dari perbankan nasional. Lalu menempatkan keuntungan dari hasil usahanya di bank-bank asal Indonesia.
"Saya kira ini wajar, ini masuk akal. Mereka berusaha dengan dana yang bersumber dari rakyat Indonesia, setelah mereka berusaha dan mereka lakukan penjualan, hasil penjualannya wajar kalau ditaruh di bank-bank di Indonesia," kata Prabowo.
Selain itu, Jokowi juga memerintahkan pada aparat penegak hukum, melalui Kapolri, Panglima TNI, dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), untuk menegakkan aturan hukum bagi perusahaan yang melanggar ketentuan, terutama pada pertanahan.
Prabowo menuturkan, pemerintah tidak memberikan perlakuan khusus kepada perusahaan, apalagi terharap perusahaan yang diberi kesempatan untuk menyelesaikan kewajibannya dalam hal perizinan.
Adapun pemerintah akan menguasai kembali lahan, terutama jika masuk dalam hutan lindung, jika perusahaan yang bersangkutan tidak menunaikan kewajibannya.
"Bagi mereka yang sudah diberi kesempatan berkali-kali untuk menyelesaikan kewajiban-kewajibannya, dan tidak melakukan, ya pemerintah akan melaksanakan kewajibannya, mencabut izin dan menguasai kembali lahan-lahan tersebut," ujar Prabowo.
Eksportir Wajib Simpan 100 Persen Devisa Hasil Ekspor Bakal Genjot Likuiditas Valas
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia segera melakukan revisi terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan/atau pengolahan Sumber Daya Alam (SDA).
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan melalui revisi ini, pemerintah menetapkan kewajiban penyimpanan DHE 100 persen di dalam negeri selama satu tahun, yang mulai berlaku pada 1 Maret 2025.
Langkah ini dipandang sebagai upaya untuk memperkuat cadangan devisa Indonesia, yang diperkirakan dapat mencapai hingga USD 90 miliar.
Namun, bagaimana dampaknya terhadap sektor perbankan?
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (PBKN) OJK, Dian Ediana Rae, menilai perubahan penyimpanan DHE dalam jangka waktu satu tahun berpotensi meningkatkan likuiditas valuta asing (valas) di dalam negeri.
Kendati demikian, Dian menegaskan implikasi detail dari perubahan ini masih dalam tahap pendalaman. Namun hal yang pasti adalah dampaknya terhadap likuiditas valas.
"Nah, saya belum bisa announce itu. Karena kita sedang perdalam. Karena baru kemarin kan. Bagaimana kita untuk bisa memastikan bahwa ketentuan yang baru itu diimplementasikan. Terus bagaimana bank bisa melakukan apa, gitu. Nah, tapi saya belum bisa sampaikan," kata Dian saat ditemui usai menghadiri CEO Forum Perbanas 2025, di Ritz Carlton Mega Kuningan, Jakarta, Rabu (22/1/2025).
Advertisement
OJK: Perubahan penyimpanan DHE bisa tingkatkan likuiditas Valas
Menurut dia, dengan lebih banyak devisa yang disimpan di bank-bank domestik, diharapkan sektor perbankan dapat memperoleh sumber dana yang lebih besar untuk mendukung pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. Sehingga semua DHE yang disimpan di bank akan berperan penting dalam memelihara stabilitas pasar valuta asing, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi berbagai sektor ekonomi lainnya.
"Tentu, tentu. Itu yang kita harapkan. likuiditas Valas di dalam negeri juga pentingkan. Dan itu yang akan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. Kita perlu sumber-sumber dana yang lebih besar. Dan nanti lihat bagaimana. Karena itu kan semua disimpan di bank," jelas Dian.
Harapan Pengusaha soal Revisi Kebijakan DHE
Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bersama Anggota Luar Biasa (ALB Asosiasi, Himpunan, Gabungan, dan Ikatan) menggelar FGD mengenai Rencana Perpanjangan Kebijakan Devisa Hasil Ekspor. Hasil FGD ini menyimpulkan bahwa implementasi Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) perlu untuk direvisi.
Perlu Dievaluasi
Wakil Ketua Umum Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Publik Kadin Indonesia, Suryadi Sasmita menjelaskan, kebijakan DHE yang sudah berjalan selama kurang lebih satu tahun perlu dievaluasi karena tidak efektif dalam implementasinya meskipun bertujuan baik untuk memperkuat cadangan devisa serta fungsi stabilitas nilai tukar.
“Kami melihat bahwa PP No. 36 Tahun 2023 kurang efektif dalam tahapan implementasi jika tujuannya untuk memperkuat nilai tukar Rupiah," ujar Suryadi dalam keterangan tertulis, Rabu (15/1/2025).
Faktanya, setahun terakhir rupiah masih terus menghadapi pelemahan. Selain itu, sektor swasta juga terus menerus menghadapi tantangan terhadap arus kas operasional perusahaan di tengah ketidakpastian ekonomi global.
"Terlebih lagi, tidak seluruh perusahaan juga dapat memperoleh kemudahan akan kredit perbankan domestik sehingga mencari pendanaan dari luar negeri,” tambah Suryadi. Suryadi lebih lanjut menjelaskan bahwa berbagai perusahaan yang turut terdampak oleh kewajiban yang terdapat dalam aturan PP No. 36 Tahun 2023 tentang DHE ini menghadapi banyak tantangan dalam mengatur operasional usaha dan kesehatan arus kas perusahaan.
Advertisement