Eksportir Wajib Simpan 100 Persen Devisa Hasil Ekspor Bakal Genjot Likuiditas Valas

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai, perubahan penyimpanan DHE dalam jangka waktu satu tahun berpotensi meningkatkan likuiditas valuta asing (valas) di dalam negeri.

oleh Tira Santia diperbarui 22 Jan 2025, 18:40 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2025, 18:40 WIB
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (PBKN) OJK, Dian Ediana Rae. (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (PBKN) OJK, Dian Ediana Rae. (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia segera melakukan revisi terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan/atau pengolahan Sumber Daya Alam (SDA).

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan melalui revisi ini, pemerintah menetapkan kewajiban penyimpanan DHE 100 persen di dalam negeri selama satu tahun, yang mulai berlaku pada 1 Maret 2025. Langkah ini dipandang sebagai upaya untuk memperkuat cadangan devisa Indonesia, yang diperkirakan dapat mencapai hingga USD 90 miliar.

Namun, bagaimana dampaknya terhadap sektor perbankan?

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (PBKN) OJK, Dian Ediana Rae, menilai perubahan penyimpanan DHE dalam jangka waktu satu tahun berpotensi meningkatkan likuiditas valuta asing (valas) di dalam negeri.

Kendati demikian, Dian menegaskan implikasi detail dari perubahan ini masih dalam tahap pendalaman. Namun hal yang pasti adalah dampaknya terhadap likuiditas valas.

"Nah, saya belum bisa announce itu. Karena kita sedang perdalam. Karena baru kemarin kan. Bagaimana kita untuk bisa memastikan bahwa ketentuan yang baru itu diimplementasikan. Terus bagaimana bank bisa melakukan apa, begitu. Nah, tapi saya belum bisa sampaikan," kata Dian saat ditemui usai menghadiri CEO Forum Perbanas 2025, di Ritz Carlton Mega Kuningan, Jakarta, Rabu (22/1/2025).

OJK: Perubahan penyimpanan DHE bisa tingkatkan likuiditas Valas

Menurut dia, dengan lebih banyak devisa yang disimpan di bank-bank domestik, diharapkan sektor perbankan dapat memperoleh sumber dana yang lebih besar untuk mendukung pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. Sehingga semua DHE yang disimpan di bank akan berperan penting dalam memelihara stabilitas pasar valuta asing, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi berbagai sektor ekonomi lainnya.

"Tentu, tentu. Itu yang kita harapkan. Likuiditas valas di dalam negeri juga pentingkan. Dan itu yang akan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. Kita perlu sumber-sumber dana yang lebih besar. Dan nanti lihat bagaimana. Karena itu kan semua disimpan di bank," jelas Dian.

Harapan Pengusaha soal Revisi Kebijakan DHE

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (PBKN) OJK, Dian Ediana Rae. (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (PBKN) OJK, Dian Ediana Rae. (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)... Selengkapnya

Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bersama Anggota Luar Biasa (ALB Asosiasi, Himpunan, Gabungan, dan Ikatan) menggelar FGD mengenai Rencana Perpanjangan Kebijakan Devisa Hasil Ekspor. Hasil FGD ini menyimpulkan bahwa implementasi Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) perlu untuk direvisi. 

Wakil Ketua Umum Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Publik Kadin Indonesia, Suryadi Sasmita, menjelaskan bahwa kebijakan DHE yang sudah berjalan selama kurang lebih satu tahun perlu dievaluasi karena tidak efektif dalam implementasinya meskipun bertujuan baik untuk memperkuat cadangan devisa serta fungsi stabilitas nilai tukar.

"Kami melihat bahwa PP No. 36 Tahun 2023 kurang efektif dalam tahapan implementasi jika tujuannya untuk memperkuat nilai tukar Rupiah," ujar Suryadi dalam keterangan tertulis, Rabu (15/1/2025). 

Faktanya, setahun terakhir rupiah masih terus menghadapi pelemahan. Selain itu, sektor swasta juga terus menerus menghadapi tantangan terhadap arus kas operasional perusahaan di tengah ketidakpastian ekonomi global.

"Terlebih lagi, tidak seluruh perusahaan juga dapat memperoleh kemudahan akan kredit perbankan domestik sehingga mencari pendanaan dari luar negeri,” tambah Suryadi. Suryadi lebih lanjut menjelaskan bahwa berbagai perusahaan yang turut terdampak oleh kewajiban yang terdapat dalam aturan PP No. 36 Tahun 2023 tentang DHE ini menghadapi banyak tantangan dalam mengatur operasional usaha dan kesehatan arus kas perusahaan.

 

 

Pengusaha Harap Revisi Kebijakan Devisa Hasil Ekspor Tak Memberatkan Eksportir

Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bersama Anggota Luar Biasa (ALB Asosiasi, Himpunan, Gabungan, dan Ikatan) menggelar FGD mengenai Rencana Perpanjangan Kebijakan Devisa Hasil Ekspor. Hasil FGD ini menyimpulkan bahwa implementasi Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) perlu untuk direvisi. 

Wakil Ketua Umum Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Publik Kadin Indonesia, Suryadi Sasmita, menjelaskan bahwa kebijakan DHE yang sudah berjalan selama kurang lebih satu tahun perlu dievaluasi karena tidak efektif dalam implementasinya meskipun bertujuan baik untuk memperkuat cadangan devisa serta fungsi stabilitas nilai tukar.

“Kami melihat bahwa PP No. 36 Tahun 2023 kurang efektif dalam tahapan implementasi jika tujuannya untuk memperkuat nilai tukar Rupiah," ujar Suryadi dalam keterangan tertulis, Rabu (15/1/2025). 

Faktanya, setahun terakhir rupiah masih terus menghadapi pelemahan. Selain itu, sektor swasta juga terus menerus menghadapi tantangan terhadap arus kas operasional perusahaan di tengah ketidakpastian ekonomi global.

"Terlebih lagi, tidak seluruh perusahaan juga dapat memperoleh kemudahan akan kredit perbankan domestik sehingga mencari pendanaan dari luar negeri,” tambah Suryadi.

Suryadi lebih lanjut menjelaskan bahwa berbagai perusahaan yang turut terdampak oleh kewajiban yang terdapat dalam aturan PP No. 36 Tahun 2023 tentang DHE ini menghadapi banyak tantangan dalam mengatur operasional usaha dan kesehatan arus kas perusahaan.

 

Jangan Memberatkan Eksportir

Selain kewajiban DHE, perusahaan-perusahaan ini juga memiliki kewajiban dalam membayar pajak, royalti, serta beban usaha lainnya sehingga menekan margin keuntungan (margin of profitability).

Kadin Indonesia serta para asosiasi dunia usaha berharap agar revisi kebijakan dan aturan terkait DHE nantinya tidak memberatkan para eksportir, terlebih terdapat usulan untuk menaikan DHE dari 30% menjadi 50% atau 75% dalam 1 tahun, sehingga memberatkan arus kas perusahaan.

"Jika kebijakan ini terus dilakukan, kami melihat kontribusi sektor swasta terhadap perekonomian nasional akan menurun, dimana dampaknya ini juga dirasakan oleh pemerintah. Oleh karena itu, kami berharap agar pemerintah mempertimbangkan pengecualian bagi eksportir yang telah memenuhi kewajiban pajak dan mengonversikan devisa ke dalam rupiah,” tambah Suryadi.

 

Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global
Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya