Aturan Baru Uang Muka KPR Terbit Pekan Depan

Rencana pelonggaran aturan LTV untuk KPR ditanggapi dengan dingin oleh pengembang properti.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 17 Jun 2015, 15:36 WIB
Diterbitkan 17 Jun 2015, 15:36 WIB
Pembangunan Perumahan
Ilustrasi (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) siap mengeluarkan penyempurnaan aturan uang muka atau loan to deposit ratio (LTV) pada pekan depan. Dalam penyempurnaan ini akan ada pelonggaran besaran uang muka yang harus disiapkan oleh nasabah saat mengambil Kredit Pemilikan Rumah (KPR) maupun Kredit Kendaraan Bermotor (KKB).

Gubernur BI Agus Martowardojo menuturkan, penyempurnaan tersebut telah ia tandatangani dan tinggal pengesahan di Kementerian Hukum dan HAM. Diharapkan, dengan adanya penyempurnaan tersebut bisa mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

"Kebijakan yang BI dorong adalah  kebijakan makro. Kebijakan makro untuk LTV baik untuk properti atau kendaraan bermotor atau mobil sudah saya tanda tangan. Sekarang pasti ada di Kementerian Kehakiman. Pertengahan minggu depan sudah bisa keluar," kata dia di Jakarta, Rabu (17/6/2015).

Dalam aturan yang ada saat ini, saat mengambil KPR, nasabah bank harus menyiapkan uang muka 30 persen dari harga rumah. Dalam penyempurnaan tersebut, jumlah uang muka yang harus disiapkan lebih kecil. Tujuan penurunan uang muka tersebut agar lebih banyak masyarakat yang bisa membeli rumah sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi.

Namun, rencana pelonggaran aturan LTV tersebut ditanggapi dengan dingin oleh pengembang properti. Pengembang justu khawatir masih diberlakukannya aturan KPR Inden.

Presiden Direktur Paramount Land, Ervan Adi Nugroho mengungkapkan, pelonggaran LTV tidak signifikan mendorong penjualan perusahaan mengingat selama ini skema pembelian KPR hanya 15 persen hingga 20 persen dari seluruh transaksi penjualan Paramount Land. "Jadi masalah justru diberlakukannya KPR Inden yang mengharuskan akad kredit setelah rumah selesai dibangun," ujarnya kepada Liputan6.com.

Dia mengatakan, ketentuan KPR Inden menganggu cashflow terutama bagi pengembang menengah bawah yang sangat mengandalkan modal kerja dari pra penjualan kepada konsumen. Namun, menurutnya dalam beberapa kasus juga dirugikan dengan ketentuan KPR Inden.

Dia memberi contoh konsumen yang sudah disetujui KPR harus menunggu hingga kredit untuk akad kredit. "Bayangkan kalau sudah dua tahun menunggu, ternyata ada perubahan misalnya persetujuan KPR dibatalkan, itu kasihan konsumen. Ini perlu dipertimbangkan juga oleh BI," tandas dia. (Amd/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya