Liputan6.com, Jakarta - Keterampilan berkomunikasi penting bagi seorang pimpinan, agar terjalin saling memahami antara atasan dan bawahan. Ini terungkap dari studi Interact dan Harris Poll.
Studi ini meneliti 2.026 pekerja di Amerika Serikat secara online. Hasilnya, lebih dari dua pertiga menginginkan manajer lebih banyak berkomunikasi dengan mereka, agar merasa dilibatkan dalam kegiatan perusahaan.
Sebab terkadang tanpa komunikasi, pimpinan mungkin berpikir karyawan melakukan pekerjaan dengan baik, tim telah berjalan dengan baik namun kenyataannya tidak demikian.
Advertisement
Berikut beberapa kesalahan umum soal komunikasi seorang pimpinan dan bagaimana cara memperbaikinya dilansir dari laman Entrepreneur, Senin (10/8/2015):
1. Tidak transparan
Hasil survei menyebutkan, 81 persen karyawan lebih suka bekerja dengan perusahaan yang menghargai komunikasi, daripada fasilitas lain seperti kupon makanan, dan gym gratis, menurut survei 15Five.Â
Sebab itu, sebagai pimpinan ciptakanlah lingkungan di mana karyawan merasa aman untuk berkomunikasi secara terbuka. Ingatkan karyawan atas nilai-nilai inti organisasi, dan memimpin dengan keteladanan. Juga lebih sering berbagi pengalaman secara terbuka. Menciptakan peluang bagi tim untuk bersosialisasi secara teratur sehingga semua orang bisa mengenal satu sama lain.
2. Hanya mengandalkan email
Menurut theEMPLOYEEapp Mobile Trends, dalam survei kerja yang diterbitkan pada Mei menunjukan, mayoritas perusahaan banyak mengandalkan email untuk berkomunikasi. Kenyataannya 30 persen karyawan mengabaikan email tersebut. Sebab email bukan menjadi cara yang paling efisien untuk berkomunikasi.
Memanfaatkan teknologi baru untuk meningkatkan komunikasi dengan karyawan. Alat sosial, dan aplikasi mobile bisa membuat perbedaan, tapi aplikasi tersebut kurang dimanfaatkan di tempat kerja - hanya 8 persen dan 10 persen dari pengusaha menggunakan keduanya.
Coba aplikasi instant messaging, atau aplikasi- aplikasi komunikasi mobile, seperti Voxer, misalnya. App "push to talk" terdapat fitur pesan suara real-time, seperti walkie talkie - tetapi teknologi ini jauh lebih canggih, hemat dan sinkron dengan semua perangkat.
3. Gagal membangun hubungan dengan karyawan
Hubungan karyawan dengan atasan secara langsung semakin menjadi pendorong utama kepuasan kerja. 54 persen dari karyawan menilai faktor ini "sangat penting" untuk kepuasan mereka, menurut penelitian yang dilakukan SHRM pada bulan Juli dan Agustus 2013.
Sebab itu jadwalkan waktu bertemu dengan karyawan secara teratur, dan menggali informasi tentang perkembangan pekerjaan mereka.
Tanyakan kegiatan mereka di luar jam kerja, karena faktor pribadi sering mempengaruhi kinerja dan motivasi. Karyawan merasa atasan mereka peduli secara pribadi, bukan hanya secara profesional, akan merasa lebih dihargai, dan terlibat.
4. Tidak menanggapiÂ
Hanya 15 persen karyawan percaya tanggapan mereka sangat dihargai oleh manajer, menurut survei 15Five. Ketika karyawan merasa umpan balik mereka tidak dihargai, mereka tidak akan mengatakan apa-apa.
Mendorong karyawan untuk berbagi pikiran, dan rekomendasi tentang proses dan prosedur organisasi. Beri mereka alat-alat, dan kerangka kerja untuk memberdayakan karyawan.
Sebanyak 70 persen dari karyawan akan lebih mungkin untuk berbicara tentang perasaan jika memiliki platform berbasis web yang akan digunakan untuk berbagi tanggapan dengan manajer.
5. Terlambat mengatasi konflik
Banyak para pemimpin menunda menangani konflik untuk menghindari ketegangan dan menjaga penampilan harmonis. Tapi, langkah tersebut berpotensi meningkatkan ketegangan. Terpendamnya emosi negatif akan menciptakan lingkungan yang tidak saling percaya.
Selesaikan konflik dengan segera, tapi lakukan pada area netral dengan pikiran terbuka. Jadilah lebih sensitif terhadap prilaku karyawan dengan dengan berbagai macam karakter. Terlibat dalam pembinaan, dan belajar memahami motivasi karyawan, membuat resolusi konflik lebih cepat.(Ilh/Nrm)
Â
Â
Â