13 Perusahaan Pengalengan Tuna RI Kena Rapor Merah

8 perusahaan pengalengan dari Filipina dan sebanyak 13 perusahaan dari Indonesia, dan 1 perusahaan dari keduanya.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 21 Sep 2015, 12:10 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2015, 12:10 WIB
Ikan Tuna Sirip Kuning. (Foto: WWF)
Ikan Tuna Sirip Kuning. (Foto: WWF)

Liputan6.com, Jakarta - Greenpeace Indonesia bersama dengan Greenpeace Filipina melakukan survei perusahaan pengalengan tuna di kedua negara. Hasilnya, 22 perusahaan pengalengan kena rapor merah karena belum memenuhi kriteria keterlacakan, keberlanjutan, dan kesetaraan.

Adapun rinciannya, 8 berasal dari perusahaan pengalengan Filipina dan sebanyak 13 perusahaan dari Indonesia, dan 1 perusahaan kerjasama dari keduanya.

Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Arifsyah Nasution menerangkan, prinsip keterlacakan memiliki arti perusahaan dan konsumen mampu menelusuri dari mana asal ikan tuna yang digunakan dari awal rantai pasokan.

"Kunci dari keterlacakan adalah mengetahui di mana dan bagaimana tuna ditangkap," kata dia, Jakarta, Senin (21/9/2015).

Kemudian keberlanjutan yakni perusahaan harus berkomitmen melalui kebijakan penggunaan sumber tuna yang bebas dari praktik perikanan ilegal, merusak dan tidak bertanggung jawab.

Kriteria terakhir yakni kesetaraan. Kriteria ini untuk mengetahui siapa yang menangkap tuna dan perlakuan terhadap mereka. Dia bilang, perusahaan harus berkomitmen memastikan kesejahteraan pada pekerja di seluruh rantai pasokan.

"Saat menelusuri praktik bisnis di perusahaan pengalengan tuna di kedua negara, kami menemukan banyak dari merk-merk tuna besar ternyata tidak memiliki kendali dalam rantai pasokannya sendiri. Hingga akhirnya mereka tidak dapat menelusuri dengan akurat distribusi tuna dari kapal penangkap ikan ke pengalengan hingga konsumen," jelasnya.

Ironisnya, kata dia konsumen terbiasa menggantungkan pilihan belanja pada merk dan reputasi perusahaan. Padahal, studi menunjukan merek-merek terpercaya tidak menjamin praktik perikanan yang legal dan berkelanjutan.

"Konsumen yang ingin beralih ke konsumsi tuna yang bertanggung jawab dan berkelanjutan pun mengalami kesulitan karena tidak ada informasi yang memadai mengenai hal tersebut," tandas dia.

Berikut 22 perusahaan yang telah disurvei:

1. PT Juifa International Foods (Indonesia)
2. PT Delta Pasific Indotuna (Indonesia)
3. PT Samudra Mandiri Sentosa (Indonesia)
4. PT Sinar Pure Foods International (Indonesia)
5. PT Bali Maya Permai Foods International (Indonesia)
6. PT RD Pasific International (Indonesia)
7. PT Banyuwangi Cannery Indonesia (Indonesia)
8. CV Pasific Harvest (Indonesia)
9. PT Aneka Tuna Indonesia (Indonesia)
10. PT Deho Canning (Indonesia)
11. PT Avila Prima Intra Makmur (Indonesia)
12. PT Carvinna Trijaya Makmur (Indonesia)
13. PT Maya Muncar (Indonesia)
14. Alliance Select Foods International (Filipina dan Indonesia)
15. Ocean Canning Corp (Filipina)
16. Celebes Canning Corp (Filipina)
17. Philbest Canning Corp (Filipina)
18. CDO Foodsphere (Filipina)
19. Permex Producers and Exporters Corp (Filipina)
20. Seatrade Canning Corp (Filipina)
21. Century Canning Corp (Filipina)
22. Bigfish Foods Corporation (Filipina).

(Amd/Zul)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya