Rizal Ramli Minta ESDM Bangun Infrastruktur Gas di Blok Masela

Kementerian ESDM bisa membangun jaringan pipa sepanjang 600 kilometer (km) dari blok Masela menuju Pulau Aru.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 21 Sep 2015, 20:13 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2015, 20:13 WIB
Ilustrasi pipa gas
ilustrasi pipa Gas

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kordinator Bidang Kemarintiman Rizal Ramli memerintahkan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mengkaji pengembangan infrastruktur gas di Blok Minyak dan Gas Masela, Maluku.

Rizal mengatakan, blok yang diperkirakan beroperasi pada 2024 tersebut memilik banyak kandungan gas dengan potensi mencapai 10,7 triliun cubic feet (tcf). Karena itu, ada rencana membangun infrastruktur pengolahan gas.

Menurut Rizal, jika dihitung secara finansial, balik modal  atau Internal Rate of Return (IRR) blok tersebut mencapai 15,04 persen dan menyumbang pendapatan negara hingga US$ 43,8 miliar.

"Ini adalah blok gas yang termasuk sangat besar potensinya," kata Rizal, di Kantor Kementerian Kordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Senin (21/9/2015).

Rizal mengungkapkan, ada dua pilihan pembangunan infrastruktur gas tersebut pertama membangun faslitas pengolahan terapung di laut dengan teknologi terbaru yang memakan biaya biaya US$ 19,3 miliar.

"Ada usul dari Shell utk bangun floating unit untuk memproses gas itu di atas laut ini. teknologi ini relatif baru. Shell melakukan di negara lain. Di Indonesia yang kedua," tuturnya.

Ia menambahkan, pilihan kedua adalah membangun jaringan pipa sepanjang 600 kilometer (km) dari blok Masela yang terletak di Laut Arafuru menuju Pulau Aru dengan investasi US$ 14,6 miliar sampai US$ 16 miliar.

"Pipanya itu kita bikin 600 km. Jadi dari lokasi ditemukannya gas, kita bangun pipa ke Aru," ungkapnya.

Untuk memutuskan pilihan tersebut ia meinstruksikan Kementerian ESDM berkoordinasi dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) untuk melakukan kajian pembangunan infrastruktur gas tersebut.

"Nah pilihan ini harus dibahas secara teliti dan komprehensif supaya menguntungkan Indonesia. Kalau mau bangun floating, biayanya US$ 19,3 miliar. Kalau bangun pipa, bisa lebih murah," pungkasnya. (Pew/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya