Paket Kebijakan Jilid II Harus Jadi Obat Anti PHK

Pemerintah perlu mendongkrak daya beli masyarakat lewat kebijakan peningkatan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 29 Sep 2015, 12:01 WIB
Diterbitkan 29 Sep 2015, 12:01 WIB
20150820-Di PHK, 1.300 Buruh Adidas dan Mizuno Tuntut Keadilan-Jakarta
Seorang buruh melakukan aksi teatrikal di Bundaran HI, Jakarta, Kamis (20/8/2015). Dalam aksinya mereka menuntut Panarub Dwikarya, buyer Adidas dan Mizuno menyelesaikan kasus PHK massal terhadap 1.300 pekerja. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi Jilid II pada Selasa (29/9/2015) ini. Paket kebijakan lanjutan tersebut harus menjadi obat antibiotik berdosis tinggi yang langsung berdampak pada industri nasional dan mengurangi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Kepala Ekonom PT Bank Danamon Tbk, Anton Hendranata mengungkapkan, kondisi sektor riil atau dunia usaha semakin berat sehingga memicu maraknya gelombang PHK. Parahnya lagi, sambung dia, daya beli masyarakat sedang melemah. Hal ini dibuktikan melalui penurunan penjualan hewan kurban menjelang Hari Raya Idul Adha lalu.

"Situasi ekonomi sekarang cukup sulit, jangan terjebak masih aman, meski kita jauh dari krisis 1997-1998. Kita perlu kebijakan jangka pendek, bukan lagi obat generik tapi antibiotik dosis tinggi sehingga kebijakannya harus mampu mendorong industri supaya PHK tidak makin meluas," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa (29/9/2015).

Anton mengatakan, pemerintah perlu memberikan insentif pajak bagi dunia usaha. Insentif pajak tersebut harus masuk dalam Paket Kebijakan Ekonomi Jilid II. Dalam hal ini, pemerintah perlu bernegosiasi dengan pengusaha agar kebijakan yang akan dikeluarkan dapat menekan angka PHK.

"Pertama, pemerintah perlu mendongkrak daya beli masyarakat lewat kebijakan peningkatan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari Rp 36 juta saat ini. Mungkin PTKP bisa sampai Rp 50 juta agar orang masih bisa belanja," terang dia.

Usulan kedua, kata Anton, penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) yang diikuti dengan penyesuaian tarif angkutan dalam kota dan antar kota untuk memberikan dampak yang signifikan.

"Jika semua ini direalisasikan dalam Paket Kebijakan Ekonomi Jilid II, ditambah dengan bukti peningkatan pengeluaran pemerintah, maka persepsi dari investor akan sedikit terangkat. Secara natural, akan mengurangi kepanikan dan pada akhirnya rupiah kembali menguat," tandasnya. (Fik/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya