Ini yang Jadi Penghambat Investasi di Tanah Air

Penetapan upah kerap menyisakan ketidakpuasan yang berujung pada aksi turun ke jalan.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 03 Okt 2015, 18:22 WIB
Diterbitkan 03 Okt 2015, 18:22 WIB
20150901-Ratusan Buruh Mulai Kuasai Kawasan Patung Kuda-Jakarta
Ratusan buruh mulai terlihat berkumpul di sekitar kawasan Patung Kuda, Jakarta, Selasa (1/8/2015). Mereka menuntut pemerintah menghentikan gelombang PHK yang mengancam akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani mengakui kebijakan yang kerap berubah mempengaruhi pandangan investor yang akan menanamkan modalnya di Indonesia. Namun, kata dia, pemerintah sedang merapikan kebijakan-kebijakan tersebut supaya meyakinkan investor.

Beberapa kebijakan itu seperti, kebijakan hortikultura yang mewajibkan penanaman modal asing (PMA) melakukan divestasi kepemilikan saham. Hal tersebut diakui Franky membuat para investor kecewa.

"Tidak dipungkiri banyak kebijakan keluar sebelumnya, itu ada memberikan respon negatif kapada investor. Misal UU hortikultura, UU hortikultura mengharuskan PMA itu melepas sahamnya maksimal 30 persen. Mereka yang sudah investasi 30 tahun dengan kepemilikan saham 100 persen harus melakukan divestasi sampai 30 persen, " jelasnya di kantor Liputan6, SCTV Tower, Jakarta, seperti ditulis Sabtu (3/10/2015).

Franky menyebut kebijakan lain yang menghambat investasi ialah regulasi mengenai sumber daya air. "Regulasi sumber daya air, memberikan ketidakpastian investor, tapi pemerintah mencoba menyelesaikan dalam waktu dekat," tambah dia.

Permasalahan lain ialah terkait penetapan upah. Sebagaimana diketahui, penetapan upah kerap menyisakan ketidakpuasan yang berujung pada aksi turun ke jalan. "Sejauh ini memang pemerintah telah mencoba formulasi yang ditangani Menteri Tenaga Kerja dengan beberapa hal yang menurut saya penting. UMR memberikan kepastian investor tapi juga pada buruh. Formulanya dalam waktu akan dikeluarkan pemerintah," tandas dia.

Target Investasi

Namun, Franky yakin bahwa masalah-masalah tersebut tak menurutkan minta investasi di Indonesia. Sebelumnya, Franky menyatakan bahwa target realisasi investasi pada 2015 sekitar Rp 520 triliun. Dari target tersebut, 50 persen telah terealisasi.

"Semester I 2015 kita sudah tercapai 50 persen. Target kita Rp 520 triliun atau Rp 519,5 triliun. Itu artinya naik 16,6 persen dibanding tahun sebelumnya," kata dia.

Franky melanjutkan, dengan total investasi tersebut, BKPM telah mencatat menyerap tenaga kerja mencapai 680 ribu orang. Artinya, ratusan ribu orang mendapat pekerjaan baru.

Menurut Franky, selama semester I kemarin ia telah mendatangi 54 proyek yang sedang berjalan. Dari sana, dirinya mengidentifikasi potensi ekspor yang begitu besar.

"Selama semester I mendatangi 54 proyek sedang konstruksi. Pada fase konstruksi ternyata ditemukan ada potensi ekspor US$ 3,5 miliar per tahun," ujarnya.

Potensi lain, ditemukan pula subtitusi ekspor dengan nilai US$ 1,5 miliar per tahun dengan serapan tenaga kerja 170 ribu orang. "Sekarang tinggal bagaimana meningkatkan di semester II karena tantangan tak mudah juga," tandas dia.

Sebelumnya, dalam Paket Kebijakan EKonomi Jilid II, BKPM telah menyederhanaan proses perizinan investasi. Dalam layanan yang baru, investor bisa memperoleh izin investasi dalam tempo 3 jam. "Negara lain bisa (percepat izin investasi), kenapa kita tidak," ucapnya.

Franky menjelaskan, percepatan izin investasi adalah tantangan dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Dia bilang Jokowi yang berlatar belakang pengusaha pernah berinvestasi di Dubai, Uni Emirat Arab. Di sana, investasi bisa dilakukan dalam waktu sehari. (Amd/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya