Berantas Mafia Migas, Jokowi Harus Tangkap yang Bermain di Petral

Pemerintah perlu memperbaiki sistem pengadaan tender minyak mentah dan BBM di Integrated Supply Chain (ISC) milik Pertamina.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 15 Nov 2015, 18:00 WIB
Diterbitkan 15 Nov 2015, 18:00 WIB
Ilustrasi Perusahaan Minyak dan Gas Pertamina (2)
Ilustrasi Perusahaan Minyak dan Gas Pertamina

Liputan6.com, Jakarta - Paska pengumuman hasil audit Pertamina Energi Trading Ltd (Petral) oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said serta PT Pertamina (Persero), Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus segera menangkap pelaku yang bermain dalam pusaran mafia minyak dan gas (migas). Langkah selanjutnya, memperbaiki sistem proses pengadaan dan jual beli minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM).

Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara mempertanyakan bukti keseriusan Presiden Jokowi untuk memberantas mafia migas karena perlu ditindaklanjuti dengan audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Apa bukti keseriusan Jokowi membasmi mafia migas? Jadi harus ada tindaklanjut dari BPK dan KPK. Ini sekaligus pembuktian mau apa Presiden Jokowi, karena ini bukan persoalan kecil," tegas Marwan saat ditemui dalam Diskusi Energi Kita Membongkar Intervensi Dalam Tender Petral, Jakarta, Minggu (15/11/2015).


Lebih jauh Marwan mengatakan, setelah menuntaskan penyidikan, jika ada pelanggaran, maka harus dipidanakan. Hanya saja, katanya, tidak perlu melibatkan Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Saya tidak percaya saja dengan Kejagung. Pertamina cuma anak buah, yang berkuasa Menteri atau Presiden, sebab master utama yang mengendalikan (Petral) ada di luar itu dan tidak bisa tersentuh," terangnya.

Kemudian langkah selanjutnya, ia bilang, pemerintah perlu memperbaiki sistem pengadaan tender minyak mentah dan BBM di Integrated Supply Chain (ISC), anak usaha Pertamina. Marwan menilai, sistem ini belum optimal sehingga harus dibenahi.

Lalu tahap berikutnya, Marwan mengaku, membawa Pertamina sebagai perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia, tanpa melepas sahamnya kepada publik (non listed company). Dengan begitu, ada kewajiban rutin bagi Pertamina melaporkan keuangan ke publik.

"Jadi kalau Jokowi mau serius berantas mafia migas, tangkap pelaku, perbaiki sistem dan menjadikan Pertamina non listed company. Kalau tidak, cuma ganti mafia saja. Kan Jokowi katanya mau bersih-bersih, jadi buktikanlah," tandas Marwan.

Sebelumnya, Ketua Dewan Pengarah Publish What You Pay Indonesia (PWYP) Indonesia sekaligus Direktur Institute for Essential Service Reform, Fabby Tumiwa juga mengatakan, Pemerintahan Jokowi seharusnya bisa melakukan penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut, termasuk menghitung aspek kerugian negaranya.

"Selain itu, Dirut Pertamina agar mengaktifkan satuan pengawas intern Pertamina untuk melakukan investigasi internal guna mengidentifikasi pihak pihak di dalam Pertamina yang kemungkinan terlibat," tegas Fabby.

Koordinator Publish What You Pay Indonesia, Maryati Abdullah menambahkan, sangat penting hasil audit Petral untuk dibuka ke publik sebagai komitmen pemerintah untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas di sektor industri Migas.

Hitungan nilai kerugian negara dan analisis lanjut dari hasil audit dapat membantu Pemerintah dalam memperbaiki mekanisme pengadaan minyak mentah untuk kebutuhan BBM dalam negeri. Mekanisme ini harus dibuat lebih transparan agar publik dapat turut mengontrol.

"Karena dengan adanya transparansi di rantai pengadaan crude oil ini, kerugian negara dapat dicegah, efisiensi dapat ditingkatkan, dan ujung-ujungnya akan menguntungkan publik/masyarakat sebagai konsumen BBM. Perbaikan sistem pengadaan minyak mentah melalui ISC yang ada saat ini juga harus terus ditingkatkan kinerja dan transparansinya kepada masyarakat," tutur Maryati. (Fik/Gdn)

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya