Pertamina Serahkan Kasus Petral ke KPK

Mafia migas menguasai kontrak pasokan minyak senilai US$ 18 miliar atau sekitar Rp 250 triliun selama periode 2012-2014.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 15 Nov 2015, 20:29 WIB
Diterbitkan 15 Nov 2015, 20:29 WIB
20151109-Preskon Pertamina- Dirut Pertamina Dwi Soetjipto-Jakarta-Angga Yuniar
Dirut Pertamina Dwi Soetjipto saat konferensi pers di Gedung Pertamina, Jakarta, Senin (9/11/2015). Dwi menjelaskan hasil audit forensik Petral Group kepada wartawan yang hadir. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) siap mengirimkan seluruh berkas hasil audit forensik dari lembaga auditor Kordha Mentha terhadap Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tindakan ini menanggapi surat resmi yang dilayangkan KPK kepada Pertamina pada Jumat (13/11/2015).

"Mereka (KPK) mulai dengan surat resmi atas permintaan kami. Dan kami akan berikan atau kirimkan berkas (hasil audit) minggu depan kepada KPK untuk segera ditindaklanjuti," tegas Sekretaris Perusahaan Pertamina, Wisnutoro saat Diskusi Energi Kita di Jakarta, Minggu (15/11/2015).

Seperti diketahui, berdasarkan temuan lembaga auditor Kordha Mentha, jaringan mafia minyak dan gas (migas) menguasai kontrak pasokan minyak senilai US$ 18 miliar atau sekitar Rp 250 triliun selama periode 2012-2014.

Wisnutoro menyampaikan, nilai transaksi tersebut bukan berarti potensi kerugian negara. Sebab diakuinya, dalam audit forensik, lembaga auditor sama sekali tidak menyebutkan angka atau nilai kerugian negara.

"Dalam hasil audit tidak disampaikan, tidak disebutkan angka dan nilai kerugian negara berapa. Tapi ada semacam informasi dari dalam ke luar. Yang dimaksud Pak Sudirman bukan berarti kerugian, tapi itu nilai transaksi grup-grup perusahaan. Kalaupun ada kerugian, potensinya tidak sebesar itu," terangnya.


Direktur Eksekutif IRESS, Marwan Batubara sebelumnya mempertanyakan bukti keseriusan Presiden Jokowi untuk memberantas mafia migas karena perlu ditindaklanjuti dengan audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Apa bukti keseriusan Jokowi membasmi mafia migas? Jadi harus ada tindaklanjut dari BPK dan KPK. Ini sekaligus pembuktian mau apa Jokowi, karena ini bukan persoalan kecil, remeh temeh," tegas Marwan.

Lebih jauh Marwan mengatakan, setelah menuntaskan penyidikan, jika ada pelanggaran, maka harus dipidanakan. Hanya saja, katanya, tidak perlu melibatkan Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Saya tidak percaya saja dengan Kejagung. Pertamina cuma anak buah, yang berkuasa Menteri atau Presiden, sebab master utama yang mengendalikan (Petral) ada di luar itu dan tidak bisa tersentuh," terangnya. 

Kemudian langkah selanjutnya, ia bilang, pemerintah perlu memperbaiki sistem pengadaan tender minyak mentah dan BBM di Integrated Supply Chain (ISC), anak usaha Pertamina. Marwan menilai, sistem ini belum optimal sehingga harus dibenahi.

Lalu tahap berikutnya, Marwan mengaku, membawa Pertamina sebagai perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia, tanpa melepas sahamnya kepada publik (non listed company). Dengan begitu, ada kewajiban rutin bagi Pertamina melaporkan keuangan ke publik.

"Jadi kalau Jokowi mau serius berantas mafia migas, tangkap pelaku, perbaiki sistem dan menjadikan Pertamina non listed company. Kalau tidak, cuma ganti mafia saja. Kan Jokowi katanya mau bersih-bersih, jadi buktikanlah," tandas Marwan. (Fik/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya