Liputan6.com, Jakarta - Data terbaru dari Direktorat Jendral Industri kecil dan menengah Kementerian Perindustrian menyebutkan bahwa pada 2014 lalu Indonesia mengalami defisit dalam transaksi ekspor-impor untuk komponen otomotif sebesar Rp 90 triliun.
Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia, Bobby Gafur Umar mengatakan, defisit tersebut menjadi masalah serius agi industri otomotif. "Menurut kami, industri otomotif seharusnya menjadi salah satu tumpuan kemajuan industri dan ekonomi domestik, tapi ini justru menjadi beban,"ucapnya, Kamis, (19/11/2015).
Bobby memberikan apresiasi kepada kebijakan Kementerian Perindustrian yang telah menerbitkan Peraturan Menteri (permen) Nomor 34 Tahun 2015, sebagai revisi atas peraturan Nomor 59 tahun 2010, tentang industri kendaraan bermotor roda empat dan roda dua.
"Poin utama dari aturan ini adalah untuk mengurangi penggunaan komponen impor oleh pelaku industri otomotif dalam negeri,"ucapnya.
Baca Juga
Mamun menurut Bobby, revisi permen tersebut belum cukup. Ia mendesak pemerintah untuk kembali merangsang pengembangan industri otomotif nasional, dengan pengadaan intensif-intensif baru. Kemudian, Bobby juga mengutip hasil dari sejumlah riset dan analisis dari beberapa lembaga kajian.
Dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2016, Lembaga survey Frost dan Sullivan misalnya, telah mengidentifikasi tujuh variabel yang diperlukan dalam menghadapi persaingan pada industri otomotif. Salah satu dengan dukungan pemerintah, dalam membentuk intensif perpajakan.
Selain itu, Menurut riset Boston Consultong Group (BCG), Indonesia tidak memiliki skema intensif yang memadai bagi industri otomotif. Riset dari Information Handling Services (IHS) juga menyatakan, bahwa Indonesia tidak memberikan intensif khusus bagi industri otomotif sejak tahun 1999.
Pada periode sebelum 1997, Indonesia menerapkan kebijakan perlindungan industri kendaraan bermotor, dalam kecelakaan utuh. Di samping itu, dalam rangka meningkatkan industri komponen dalam negeri, pemerintah juga memberikan pencapaian tingkatan kandungan lokal.
"Intensif yang diberikan oleh pemerintah Indonesia, cenderung fokus kepada pengurangan bea masuk bagi impor barang modal. Pemberian intensif bagi impor barang modal dan komponen, hanya mendorong industri kendaraan bermotor untuk berkompetisi didalam negeri dengan kendaraan impor. Sedangkan bagi industri kendaraan bermotor yang berorientasi ekspor, yang memanfaatkan kawasan berikat dam fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor, secara relatif, tidak mendapatkan tambahan insentif fiskal,"tutup Bobby. (Apr/Gdn)
Advertisement