Pengusaha Lokal Mulai Rasakan Untung Kebijakan Menteri Susi

Tidak adanya tindakan tegas dari pemerintah terhadap para pencuri ikan selama ini membuat hasil tangkapan nelayan Indonesia jauh tertinggal.

oleh Septian Deny diperbarui 08 Des 2015, 15:34 WIB
Diterbitkan 08 Des 2015, 15:34 WIB
Peraturan Menteri Susi Bikin Nelayan Merugi
Aktivitas bongkar muat ikan di Pelabuhan Muara Baru, Jakarta, Selasa (22/9/2015). Nelayan mengeluh mahalnya BBM dan Peraturan Menteri No. 2/2015 tentang larangan penggunaan pukat hela dan pukat tarik membuat nelayan merugi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - PT Dua Putra Utama Makmur Tbk, perusahaan ikan nasional, mengapresiasi langkah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang mengeluarkan beragam kebijakan guna memerangi tindak pencurian ikan di wilayah perairan Indonesia.

Direktur Keuangan Dua Putra Utama Makmur Indra Afriadi mengatakan kebijakan yang dikeluarkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti seperti penenggelaman kapak pencuri ikan, larangan transhipment, moratorium izin kapal, dan larangan penggunaan alat tangkap cantrang terbukti mampu meningkatkan hasil tangkapan ikan di dalam negeri. Peningkatan ini juga dirasakan perseroan.

‪‪"Jaring-jaring yang merusak ekosistem itu enggak boleh. Itu bagus buat nelayan kecil dan kami sebagai industri perikanan. Ketika melaut, ikan kita lebih mudah didapat," ujarnya di gedung BEI, Jakarta, Selasa (8/12/2015).

 

Indra menjelaskan tidak adanya tindakan tegas dari pemerintah terhadap para pencuri ikan selama ini membuat hasil tangkapan nelayan Indonesia jauh tertinggal dibanding dengan para pencuri tersebut. Dia bahkan menyebut hasil tangkapan para pencuri ikan bisa 10 kali lebih banyak dari nelayan Indonesia.

‪"Perbandingan kapal pencuri dan nelayan lokal bisa 10 kali lipat. Pencuri 4.000 ton kita hanya 120-300 ton. Itu yang menyebabkan ketika pencuri sudah tak ada, maka kesediaan ikan di laut makin banyak," ucap dia.

Selain itu, banyaknya ikan yang tersedia di laut ini juga membuat waktu tangkap nelayan lebih singkat, sehingga para nelayan bisa kembali ke daratan lebih cepat dari sebelumnya.

"Sebelumnya, kapal kan enggak boleh pulang sebelum penuh. Dulu bisa sampai 2 bulan, sekarang bisa lebih cepat, bisa 2 minggu hingga 1 bulan," kata dia.

‪Selain itu, adanya pelarangan transhipment dinilai juga mampu menghidupkan kembali transaksi dan kegiatan di tempat pelelangan ikan (TPI).

"Dulu tempat pelelangan itu sepi. Tapi pas transhipment itu enggak boleh, semua jual ikan harus di TPI, semua usaha mikro bergerak lagi. Orang jualan warteg dan yang minuman sekarang jadi ada lagi," ujarnya. (Dny/Nrm)**

** Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya