Liputan6.com, Jakarta PT Pertamina (Persero) menyatakan tidak menanggung kerugian atas penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), yang mulai berlaku 5 Januari 2015.
Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan, Pertamina tidak mengalami kerugian selama harga keekonomian BBM tersebut tidak terpaut jauh dengan harga jual.
"Selama harga jual tidak berbeda jauh dengan harga keekonomian maka kami tidak ada selisih yang menjadi tanggungan," kata Wianda, saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Kamis (23/12/2015).
Advertisement
Baca Juga
Sebelumnya, pemerintah telah menetapkan harga baru untuk BBM jenis premium dan solar. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyebutkan, harga premium turun menjadi Rp 7.150 per liter dari harga semula Rp 7.300. Harga ekonomi premium semula Rp 6.950. Pemerintah memungut dana untuk ketahanan energi sekitar Rp 200 untuk premium. Dengan itu harga premium menjadi Rp 7.150.
"Kami simpan Rp 200 per liter dari premium untuk dipupuk jadi dana ketahanan energi untuk mengembangkan energi baru terbarukan," ujar Sudirman.
Sedangkan harga solar turun lebih besar mengingat solar sebagian besar dikonsumsi untuk angkutan umum dan industri. Harga baru untuk premium dan solar itu mulai berlaku pada 5 Januari 2016. Ia menambahkan, harga solar turun menjadi Rp 5.950 per liter. Hal itu mempertimbangkan harga keekonomian sebesar Rp 5.650 dan menambahkan dana pungutan untuk ketahanan energi Rp 300. Harga baru solar menjadi Rp 5.950 dari harga sebelumnya Rp 6.700.
"Pada 5 Januari 2016 harga BBM turun baik solar dan premium untuk memberikan kesempatan kepada para distributor dan SPBU, pengecer untuk menghabiskan stok berikan kesempatan Pertamina lakukan persiapan dan penataan sistem," pungkas Sudirman.
Sebelumnya. Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman pernah menjelaskan, selama ini Pertamina terus mengalami kerugian karena harga jual Premium selalu berada di bawah harga keekonomiannya. Ia pun menyebutkan, Pertamina harus menanggung kerugian Rp 15,2 triliun atas penjualan Premium.
Nilai tersebut naik dari sebelumnya yang tercatat Rp 12 triliun. Kenaikan nilai kerugian tersebut karena pelemahan nilai tukar rupiah. "Nah, sekarang khusus untuk Premium, kami hampir impas. Jadi tidak ada kerugian lagi," kata Arief, di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Senin, November lalu. (Pew/Zul)