Pengusaha Takut Ekspor Mebel Turun karena Aturan Ini

Aturan tersebut dinilai bertentangan dengan ratifikasi yang sudah ditandatangi dengan Uni Eropa.

oleh Septian Deny diperbarui 15 Feb 2016, 20:20 WIB
Diterbitkan 15 Feb 2016, 20:20 WIB
20150917-Mebel
(Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha menilai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 89 Tahun 2015 tentang Ekspor Industri Hasil Kehutanan menganggu kinerja ekspor mebel dan kerajinan Indonesia. Aturan tersebut dinilai bertentangan dengan ratifikasi yang sudah ditandatangi dengan Uni Eropa.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Industri Permebelan Dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Rudy Luwea adanya Permendag ini malah menimbulkan inkonsisten dalam pemberlakukan sertifikasi Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang mulai berlaku pada 2014 lalu.

Rudi menilai, adanya SVLK justru sangat membantu produk hasil hutan Indonesia diterima di Eropa. SVLK ini sebagai wujud komitmen pengusaha dalam tata kelola kehutanan, memberantas illegal logging dan meningkatkan daya saing produk serta meningkatkan penerimaan produk Indonesia di pasar luar negeri.

 

"Kita harus bangga, sertifikat lokal (SVLK) bisa diakui dunia," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (15/2/2016).

Rudy menjelaskan, dulu Eropa selalu curiga dengan produk hasil hutan Indonesia lantaran dinilai berasal dari kegiatan illegal logging. Dihapusnya kewajiban SVLK bagi industri furnitur yang tertuang dalam Permendag ini merupakan suatu kemunduran.

"Eropa akan mempertanyakan lagi asal kayu kita," kata dia.

Rudy khawatir, ketika Eropa memberlakukan wajib produk ramah lingkungan, Indonesia akan kesulitan karena sertifikatnya tidak diakui Eropa. Akhirnya, pengusaha harus mengurus sertifikat yang Eropa mau yang banyak dipegang oleh LSM asing.

"Pasti minta macam-macam dan harganya lebih mahal. Karena itu, SVLK harus dipertahankan,” tegasnya.

Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan, terbitnya Permendag Nomort 89 secara tidak langsung memberatkan para pengusaha kayu dan juga turunannya.

"Tadi dilaporkan oleh APHI (Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia) bahwa setelah keluar Permendag 89, itu mereka mengalami kesulitan di Eropa, karena dinilai dengan tidak lagi menggunakan SVLK, Eropa melakukan verifikasi," kata Siti.

Siti menjelaskan, para pengusaha Eropa telah mengakui SVLK bagi produk kayu dan turunannya. Dengan adanya Permendag Nomor 89 ini, otomatis sertifikat tersebut tidak berlaku lagi.

"Setelah itu Eropa bertanya ini bagaimana dan dilakukanlah persyaratan verifikasi yaitu dengan nilai US$ 2.000 per kontainer, jadi mereka merasa keberatan," tandasnya. (Dny/Zul)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya