Liputan6.com, Jakarta Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali mengalami tekanan dengan pelemahan yang cukup dalam di tengah sentimen global dan regional yang kurang kondusif. Pengamat Pasar Modal sekaligus Founder Stocknow.id, Hendra Wardhana, menilai bahwa meskipun investor asing mencatatkan net buy sebesar Rp 309 miliar, dominasi aksi jual di pasar tetap membuat indeks bertahan di zona merah.
“Saat ini, tekanan terhadap IHSG masih berlanjut dengan pelemahan yang cukup dalam, seiring dengan sentimen global dan regional yang kurang kondusif,” ujar Hendra Wardhana, Rabu (5/3/2025.
Baca Juga
Ia menambahkan bahwa faktor eksternal seperti ketidakpastian perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, kebijakan tarif impor baru yang diumumkan Presiden AS, serta perlambatan ekspansi sektor manufaktur AS semakin memperburuk sentimen investor.
Advertisement
Dampak dari ketegangan ini tidak hanya dirasakan di pasar Indonesia, tetapi juga di bursa Asia, Eropa, dan Amerika yang mengalami pelemahan secara bersamaan. “Hal ini mencerminkan meningkatnya kekhawatiran akan perlambatan ekonomi global, yang turut menyeret turun pasar saham domestik,” jelasnya.
Dari sisi sektoral, semua indeks tercatat melemah, dengan sektor barang baku menjadi yang paling terpukul, mengalami penurunan hingga 5,04 persen, diikuti sektor energi dan industri. Menurut Hendra, pelemahan ini tidak hanya terjadi secara teknikal, tetapi juga akibat tekanan fundamental pada sektor-sektor yang sensitif terhadap perubahan kebijakan global dan fluktuasi harga komoditas.
Menariknya, di tengah kondisi pasar yang terkoreksi, saham-saham unggulan seperti BBRI, BBCA, BMRI, dan BBNI justru menjadi incaran investor asing dengan pembelian signifikan. “Meskipun terjadi aksi jual besar-besaran, pelaku pasar global masih melihat peluang dalam saham perbankan Indonesia,” ungkap Hendra.
Rekomendasi Saham
Di sisi lain, JP Morgan justru meningkatkan rekomendasi terhadap saham-saham perbankan, khususnya BBRI, dari neutral menjadi overweight. “Kenaikan rekomendasi ini didasarkan pada fundamental yang kuat, terutama dalam bisnis pembiayaan UMKM yang menjadi motor pertumbuhan profitabilitas BBRI,” ujar Hendra.
Namun demikian, Hendra juga mencatat bahwa tantangan masih ada, terutama dalam perbaikan kualitas aset akibat penurunan penjaminan di segmen Kupedes. Dalam kondisi pasar saat ini, muncul pertanyaan besar, apakah IHSG telah mencapai titik terendah atau masih berpotensi mengalami koreksi lebih lanjut. Hendra menjelaskan bahwa dengan pergerakan IHSG yang masih mencari titik bottom, tekanan masih dapat berlanjut jika sentimen eksternal belum membaik.
“Namun, stimulus dari OJK berupa kemudahan buyback tanpa perlu RUPS serta penundaan short selling bisa memberikan stabilitas bagi pasar dalam jangka pendek,” katanya. Ke depan, agar IHSG dapat mengalami rebound yang lebih solid, diperlukan kombinasi beberapa faktor.
Advertisement
Stabilisasi Kondisi Global
Antara lain, stabilisasi kondisi global, kepastian arah kebijakan The Fed terkait suku bunga, serta dukungan dari fundamental ekonomi domestik yang kuat. “Jika faktor-faktor ini berkontribusi positif, maka pemulihan IHSG akan lebih berkelanjutan,” tutur Hendra.
Untuk perdagangan hari ini, Rabu 5 Maret 2025, IHSG diperkirakan akan mengalami penguatan terbatas dengan menguji area resistance di 6.440, dengan rentang pergerakan di kisaran 6.270-6.440. Menurut Hendra, momentum ini menjadi kesempatan bagi investor untuk mencermati saham-saham berfundamental kuat yang masih undervalued, seperti BBRI dengan target Rp 3.800, AKRA di Rp 1.330, dan SCMA di Rp 220.
"Dengan strategi yang tepat, investor masih dapat menemukan peluang di tengah volatilitas pasar yang tinggi,” pungkasnya.
