Dampak Positif Kereta Cepat Menurut Kepala Bappenas

Ini diungkapkan Sofyan saat memberi sambutan pada acara Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah 2017.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 22 Feb 2016, 12:53 WIB
Diterbitkan 22 Feb 2016, 12:53 WIB
20150905-Kereta-Cepat
Kereta Cepat Buatan Cina (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Sofyan Djalil mengatakan, proyek kereta cepat (High Speed Transit/HST) rute Jakarta-Bandung‎ memberikan dampak sangat besar. Salah satunya mengurangi kemacetan.

Ini diungkapkan Sofyan saat memberi sambutan pada acara Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah 2017 di Kantor Kemenko Perekonomian di Jakarta, Senin (22/2/2016).

"‎Kereta cepat diperdebatkan di medsos, di mana-mana diperbincangkan. Padahal multiplier effect kereta cepat sangat besar," kata Sofyan.

Dia menuturkan, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung begitu penting bagi Indonesia untuk mengurai kemacetan. Sebab pada tahun-tahun mendatang, jumlah kendaraan diperkirakan terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita masyarakat Indonesia.

"Pada 2030, rata-rata pertumbuhan ekonomi kita akan mencapai 7 persen. Sedangkan pendapatan per kapita mencapai US$ 15 ribu-US$ 20 ribu, sehingga bikin orang bisa punya mobil semua. Bayangkan kalau tidak ada transportasi publik, seperti kereta cepat," dia menjelaskan.

Dia mencontohkan, salah satunya kemacetan di ruas jalan tol Jakarta-Bandung yang kian parah setiap tahunnya. Ini terlihat pada momen libur Natal 2015. Kegagalan mengantisipasi kepadatan jalan dikatakan dapat mengakibatkan kemacetan total.

"Jadi kita perlu berpikir jangka panjang kalau kita mau jadi negara terhormat. Meninggalkan sesuatu yang bisa dibanggakan anak cucu kita untuk bangsa ini. Karena kita punya potensi itu, sumber daya alam, sumber daya manusia dan potensi lainnya," pungkas dia.

Indonesia akhirnya lebih memilih perusahaan asal China untuk menggarap proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung.

Pemerintah menyatakan, memilih perusahaan China karena proyek tersebut merupakan kesepakatan business to business (b to b) dan tidak melibatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Nantinya, China akan membentuk anak usaha baru dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam menggarap proyek senilai Rp 77 triliun ini. (Fik/Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya