RI Akan Bangun Pembangkit Nuklir Thorium Pertama di ASEAN

Indonesia mulai melirik membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) non uranium.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 03 Apr 2016, 09:15 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2016, 09:15 WIB
Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). (Foto: Reuters)
Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). (Foto: Reuters)

Liputan6.com, Jakarta - Era penggunaan energi fosil seperti bahan bakar minyak (BBM) perlahan akan sirna tergantikan energi yang ramah lingkungan. Indonesia mulai melirik membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) non uranium, melainkan berbasis unsur thorium atau nuklir hijau.

Anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) untuk Pokja Energi, Zulnahar Usman mengungkapkan,  pihaknya telah mempresentasikan arah kebijakan energi ke depan dengan membangun pembangkit listrik berbahan bakar thorium kepada Presiden Joko Widodo. Sebuah energi nuklir yang mengandung unsur reaktif lebih aman dibanding uranium.

"Sudah dipresentasikan ke Presiden. Presiden sudah  mempelajarinya beberapa kali dan dianggap bagus, juga bisa dilaksanakan. KEIN akan terus mengawalnya  melalui Pokja Energi dan Sumber Daya Mineral mendukung penggunaan energi alternatif torium," jelas Zulnahar saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Minggu (3/4/2016).

 



Lebih jauh diakuinya bahan bakar thorium yang berasal dari limbah timah sangat berlimpah di Indonesia. Negeri ini penghasil timah nomor satu di dunia, sebagai contoh thorium banyak ditemukan di Bangka Belitung.

"Torium lebih murah, aman dan dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan listrik yang semakin tinggi. Murah karena biaya membangun reaktor nuklirnya lebih rendah dari reaktor uranium, harga listrinya juga cuma US$ 3 sen per Kwh," ucap Zulnahar.

Jika reaktor berbahan bakar uranium menghasilkan berton-ton limbah beracun selama 10 ribu tahun, maka reaktor thorium menghasilkan lebih sedikit limbah beracun yang akan habis terurai sekitar 500 tahun. Jadi jelas lebih aman dari uranium.  

"Radiasi yang ditimbulkan torium tidak separah uranium. Tidak perlu ditakutkan. Radiasinya tidak bikin mandul, degeneratif, jadi aman," ucap pengusaha di bidang pertambangan itu.

Zulnahar mengungkapkan, sudah ada investor yang berminat membangun pembangkit nuklir torium di Indonesia. Walaupun masih menutup identitasnya, ia menyebut, donator PLTN thorium berasal dari dalam dan luar negeri.

Saat ini, KEIN dan investor tersebut masih terlibat dalam negosiasi dan mencari lokasi yang cocok untuk membangun reaktor nuklir thorium. Sebelumnya, Kalimantan dan Bangka Belitung disebut-sebut menjadi lokasi paling aman untuk membangun PLTN.

"Sudah ada donaturnya dari dalam dan luar negeri, tapi nanti kalau sudah final, kita akan beri tahu," ujarnya.

Menurutnya, pembangunan PLTN thorium belum diwacanakan negara ASEAN lain, kecuali Indonesia. Sekarang ini, sambung Zulnahar, baru China dan Amerika Serikat (AS) yang sedang sibuk membangun nuklir hijau itu.

"China siap mengoperasikan nuklir torium 2022, AS pada 2025 tapi dia bangun di Afrika. Nah kita bisa mendirikan nuklir thorium antara 2022-2025. Negara ASEAN belum mengarah ke sana, baru Indonesia. Jadi ada prioritas kita ke pembangkit nuklir thorium tapi setelah periode lima tahun ini," kata Zulnahar.

Dengan rencana besar tersebut, diakui Zulnahar, Indonesia akan memiliki tambahan kapasitas listrik seiring maraknya pembangunan industri di Tanah Air. Operasional industri tentu harus didukung energi  listrik yang memadai, termasuk meningkatkan rasio elektrifikasi di Indonesia yang saat ini masih di bawah Malaysia dan Singapura.  

"Karena rencananya mau bangun nuklir torium berkapasitas 500 Mw untuk satu reaktor. Nah tidak bisa bangun satu reaktor saja. Jika nuklir hijau berjalan, maka dampaknya luar biasa sekali buat memasok listrik ke rumah, industri, seperti pabrik, dan lainnya," tandas Zulnahar. (Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya