Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) membukukan kinerja positif di 3 bulan pertama di tahun ini. Perseroan tercatat meraup laba Rp 5,01 triliun di kuartal I 2016 dari periode yang sama di tahun sebelumnya yang rugi Rp 860 miliar.
Direktur Keuangan PT PLN Sarwono Sudarto mengatakan, sebenarnya sebelum perusahaan terbebani selisih kurs, laba pada maret 2016 tercatat lebih besar. "Laba maret 2016 naik Rp 0,6 triliun dibandingkan maret 2015," jelas dia saat konferensi pers di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Rabu (29/6/2016).
Adapun laba pada Maret sebelum selisih kurs mencapai Rp 6,602 triliun atau lebih besar dari sebelumnya Rp 6,030 triliun.
Baca Juga
Advertisement
Secara total, pendapatan perusahaan tercatat mencapai Rp 53,73 triliun, lebih tinggi dari sebelumnya Rp 51,08 triliun. Sementara beban pajak yang harus dibayar PLN sebesar Rp 5,2 triliun pada kuartal I.
Namun bila tanpa subsidi, PLN membukukan rugi Rp 2,3 triliun. Tahun ini, pos subsidi PLN tercatat Rp 12,4 triliun, lebih rendah dari sebelumnya Rp 13,2 triliun.
Demikian pula pada 2015, secara total PLN memperoleh pendapatan Rp 209,8 triliun, naik Rp 23,2 triliun atau 12,44 persen pada 2014 yang sebesar Rp 186,6 triliun.
Pertumbuhan pendapatan ini diraih dari kenaikan volume penjualan kWh menjadi sebesar 202,8 terra watt hour (TWh) atau naik 2,14 persen dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 198,6 TWh, serta adanya kenaikan harga jual rata-rata.
"Peningkatan konsumsi kWh ini sejalan dengan kenaikan jumlah pelanggan yang dilayani perusahaan sampai dengan akhir Desember 2015 yang mencapai 61,2 juta pelanggan atau bertambah 3,7 juta pelanggan dari periode yang sama di tahun sebelumnya," dia menuturkan.
Kenaikan jumlah pelanggan ini, dikatakan juga mendorong kenaikan rasio elektrifikasi nasional yaitu dari 84,35 persen pada Desember 2014 menjadi 88,3 persen di Desember 2015.
PLN Diminta Ubah Paradigma Soal Sumber Listrik
Di sisi lain, PLN diminta lebih fokus pada mikrohidro, minihidro, dan transmisi gardu induk. Ini antara lain untuk membuat pasokan listrik nasional bisa terpenuhi.
Ini juga sesuai dengan keinginan Pesiden Joko Widodo (Jokowi) yang berharap besar Indonesia sudah terang benderang. Sebab itu, ruang untuk pengadaan pembangkit listrik dengan aneka sumber energi perlu digiatkan.
Pengamat Energi sekaligus Ketua Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmy Radhi menegaskan, negeri sebesar Indonesia memang dituntut untuk terus meningkatkan bauran energi.
"Termasuk membangun FSRU dan mulai meninggalkan energi BBM dan batubara, yang tidak ramah lingkungan," ujar Fahmi, yang juga mantan Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas.
FSRU sendiri menurut Fahmi sudah diadopsi banyak negara karena lebih efisien dan cocok digunakan untuk negara kepulauan seperti Indonesia. Jadi, “PLN harus terbuka dan mengubah paradigma tentang penggunaan energi bauran,” tegas Fahmi.
Fahmi mencontohkan, ada beberapa negara yang telah menggunakan FSRU. Di antaranya Australia dan Jepang. “Memang lebih efisien, tinggal dibutuhkan penguasaan teknologinya," jelas dia.
Untuk itu, ia mengingatkan agar Dewan Energi Nasional (DEN) harus konsisten mendorong bauran energi karena sudah dirumuskan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Pemerintah, terutama Kementerian ESDM, kata Fahmi jangan lagi mengabaikan.
Pemerintah harus menggunakan segala cara dan memaksimalkan potensi yang ada. Pembangkit yang sedang dalam pengerjaan mesti dikebut. Salah satu teknologi suplai bahan bakar pembangkit adalah dengan menerapkan Floating Storage Regasification Unit (FSRU).
Guna mendukung hal itu, maka perlu didorong penggunaan floating facility atau fasilitas terapung yang melahirkan mini receiving LNG terminal berkapasitas 50 mmscfd (million metric standard cubic per day).
Mini receiving sebesar itu mampu mensuplai gas untuk pembangkit berkapasitas 200 MW. Konsep ini dari sisi waktu pengerjaan serta biaya jauh lebih cepat dan efisien.
Sebagai contoh adalah penerapan Teknologi Mini Terminal LNG di Benoa. Teknologi ini memiliki tiga keuntungan. Pertama, untuk mempercepat proses operasi pembangkit. Kedua, masalah biaya juga efisien. Penggunaan mini terminal LNG pemerintah bisa menghemat anggaran Rp 1,2 triliun per tahun. Dan ketiga, penggunaan energi baru terbarukan bisa lebih besar. (Nrm/Ndw)
**Ingin mendapatkan informasi terbaru tentang Ramadan, bisa dibaca di sini.
Ingin tahu apa dampak tax amnesty dan brexit bagi pasar modal Indonesia? Simak video berikut ini:
Advertisement