Aktivitas Pengeboran di AS Bangkit, Harga Minyak Kembali Tertekan

Harga minyak mentah AS untuk pengiriman Agustus turun US$ 2,39 atau 4,9 persen ke angka US$ 46,60 per barel.

oleh Arthur Gideon diperbarui 06 Jul 2016, 05:30 WIB
Diterbitkan 06 Jul 2016, 05:30 WIB
Harga Minyak
Harga minyak mentah AS untuk pengiriman Agustus turun US$ 2,39 atau 4,9 persen ke angka US$ 46,60 per barel.

Liputan6.com, New York - Harga minyak kembali tertekan pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Penyebab penurunan harga minyak adalah kembali bangkitnya kegiatan pengeboran minyak di AS.

Selain itu, sentimen negatif keluarnya Inggris dari Uni Eropa yang membuat ketidakpastikan perekonomian global juga masih menjadi penekan harga minyak.

Mengutip Wall Street Journal, Rabu (6/7/2016), harga minyak mentah AS untuk pengiriman Agustus turun US$ 2,39 atau 4,9 persen ke angka US$ 46,60 per barel di New York Mercantile Exchange.

Sedangkan harga minyak Brent yang merupakan patokan harga dunia ikut melemah US$ 2,14 atau 4,3 persen ke angka US$ 47,96 per barel di ICE Futures Europe.

Setelah mengalami tekanan yang cukup dalam sepanjang tahun lalu, harga minyak kembali naik pada posisi terendah dalam 13 tahun terakhir pada kuartal I 2016 lalu. Bahkan pada bulan lalu, harga minyak mampu menyentuh angka US$ 50 per barel.

Kenaikan harga minyak tersebut membuat beberapa produsen minyak kembali yakin bahwa harga minyak akan terus terdorong naik. Beberapa dari mereka pun kembali membuka sumur pengeboran yang sempat berhenti produksi.

Bertambahnya sumur pengeboran yang beroperasi tanpa adanya data tambahan mengenai kenaikan permintaan di pasar kembali menekan harga minyak.

Pada Jumat lalu, Baker Hughes Inc mengeluarkan data bahwa jumlah sumur pengeboran yang kembali beroperasi naik 11 persen dalam sepekan terakhir. Jumlah sumur pengeboran yang beroperasi ini menjadi acuan dasar produksi minyak di AS.

Pada Senin kemarin, harga minyak merespons data yang keluar pada pekan lalu. Harga minyak kembali tertekan. "Ada yang melihat bahwa bertambahnya sumur pengeboran tersebut membuat produksi minyak kembali berlebih sehingga menekan harga minyak," jelas Tariq Zahir Managing Member dari Tyche Capital Advisorr, salah satu produsen minyak di AS.

"Dalam dua kuartal ini kita akan melihat dampak dari beroperasinya kembali sumur minyak ini," tambah Dominick Chirichella, analis di The Energy Management Institute.

Selain itu, keluarnya Inggris dari Uni eropa juga menjadi mendorong pelemahan harga minyak. Ketidakstabilan ekonomi di Eropa membuat nilai tukar dolar AS terhadap beberapa mata uang utama dunia menguat.

Penguatan dolar AS ini menekan harga minyak karena investor yang bertransaksi menggunakan mata uang di luar dolar AS akan semakin berat atau akan membuat harga minyak semakin mahal. 

 

**Ingin mendapatkan informasi terbaru tentang Ramadan, bisa dibaca di sini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya