Pemerintah Masih Godok Pembentukan Holding BUMN Migas

Pemerintah menunjuk PT Pertamina (Persero) sebagai induk usaha (holding) migas dan mencaplok PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 18 Agu 2016, 12:36 WIB
Diterbitkan 18 Agu 2016, 12:36 WIB
Ilustrasi PGN
Ilustrasi PGN (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menunjuk PT Pertamina (Persero) sebagai induk usaha (holding) migas dan mencaplok PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk. Pemerintah masih membahas dan  mengkaji pembentukan enam holding BUMN, yakni di sektor migas, pertambangan, jalan tol, jasa keuangan, perumahan, dan pangan dari segala aspek.

"Masih dalam pembahasan untuk holding BUMN. Dari berbagai aspek, kita mau lihat dulu karena kita masih mengkaji dari aspek governance, company, hukum. Slow but sure, jadi belum diputuskan kok," jelas Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (18/8/2016).

Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) akan menguasai 56,96 persen saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS). Dengan begitu, Pertamina akan menjadi pemegang saham mayoritas di badan usaha milik negara (BUMN) di sektor distribusi dan transmisi gas itu.

Aksi korporasi dari perusahaan minyak dan gas (migas) terbesar di Indonesia tersebut tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) Pertamina yang diperoleh Liputan6.com.

Langkah akuisisi ini diambil untuk memperkuat struktur pemodalan dan meningkatkan kapasitas usaha Pertamina. Pengambilalihan tersebut berasal dari pengalihan saham seri B milik Negara di PGN.

Dalam pasal 2 ayat 1 RPP itu disebutkan, penambahan penyertaan modal negara tersebut sebanyak 13.809.038.755 saham seri B di PGN yang telah ditempatkan dan disetor penuh oleh Negara.

"Nilai penambahan penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud ayat (1) oleh Menteri Keuangan berdasarkan usulan dari Menteri Badan Usaha Milik Negara," tulis Pasal 2 ayat 2 dalam RPP yang masih menunggu tandatangan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dikutip dari laporan keuangan PGN, total saham yang akan dikuasai Pertamina tersebut setara dengan seluruh saham pemerintah di PGN yaitu sekitar 56,96 persen.

Itu berarti komposisi saham PGN jika RPP ini diteken Presiden yaitu Pertamina 56,96 persen dan publik 43,04 persen. Saat ini total seluruh saham PGN baik yang dikuasai pemerintah dan publik kurang lebih sekitar 24,24 miliar lembar saham.

Lalu setelah diakuisisi Pertamina, bagaimana dengan nasib PGN sebagai perusahaan BUMN?

Dalam pasal 3 RPP itu disebutkan, akibat dari penambahan penyertaan modal Negara yaitu status PGN berubah menjadi perusahaan terbatas yang tunduk sepenuhnya pada Undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

"Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pertamina menjadi Pemegang Saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk," tulis RPP tersebut.

Itu berarti PGN akan menjadi anak usaha Pertamina yang status perusahaan swasta. Status PGN sebagai perusahaan BUMN dihapus.

"Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Gas Negara menjadi Perusahaan (Persero) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku," tulis pasal 4.

Sekadar informasi, Kementerian BUMN telah menetapkan enam sektor perusahaan yang akan dijadikan prioritas holding‎ di masa pemerintahan Presiden Jokowi. Enam sektor tersebut yaitu jalan tol, pertambangan, minyak dan gas atau energi, perbankan, perumahan serta jasa konstruksi ‎dan rekayasa.

Dari enam sektor tersebut ada beberapa sektor yang menjadi prioritas jangka‎ pendek seperti di antaranya sektor jalan tol, pertambangan dan sektor energi.

Khusus di sektor energi, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan pemerintah akan fokus menyatukan BUMN yang memiliki lini bisnis di sektor minyak dan gas (migas) serta mineral dan batu bara (minerba). Yakni antara lain PGN dan Pertamina. Juga PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero), PT Bukit Asam (Persero) dan PT Timah (Persero).

Terkait dengan pembentukan holding energi, Sudirman mengungkapkan, penyatuan BUMN energi akan memberi manfaat. Salah satunya adalah menghasilkan‎ sumber daya yang kuat dan mengurangi persaingan.

"Jadi itu sudah diputuskan pemerintah, oleh Presiden di dalam ratas (rapat terbatas) saya berpandangan sebagai pimpinan sektor itu akan banyak manfaatnya. Karena konsolidasi itu menghasilkan resources yang kuat dan bisa sinergi dan kompetisi internal bisa dikurangi," tutur dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya