Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan di seluruh dunia sedang berusaha menggenjot transaksi perdagangan ke luar negeri pada tahun ini. Volume perdagangan global hanya naik 0,1 persen pada Juni 2016 dibandingkan tahun lalu. Volume perdagangan itu terendah secara bulanan sejak 2009. Hal itu berdasarkan analisa dari Panjiva, sebuah perusahaan riset.
"Kami sudah memiliki beberapa tanda cukup jelas kalau perdagangan global melambat," ujar Chris Rogers, Analis Panjiva seperti dikutip dari laman CNN Money, Jumat (26/8/2016).
Angka itu dirilis sebelum rilis data perdagangan Amerika Serikat (AS) pada Juli 2016. Ekspor AS turun lima persen pada Juni 2016. Neraca perdagangan turun untuk tiga bulan berturut-turut. Tak hanya itu, perdagangan wilayah lainnya yang tertekan yaitu Amerika Latin.
Penguatan dolar AS menjadi tantangan bagi perusahaan AS yang menjual komputer, mobil dan produk lainnya di luar negeri. Mata uang yang kuat membuat produk mahal, hal itu juga berpengaruh ke produk AS. Harga lebih mahal membuat produk AS kurang menarik bagi pembeli asing.
Baca Juga
Selain itu, perlambatan volume perdagangan juga imbas perlambatan ekonomi China juga berdampak ke pertumbuhan yang melemah dan rendahnya permintaan terus menerus di sejumlah negara berkembang.
Meski demikian tak semua pihak pesimistis terhadap perdagangan global. Sebuah survei terbaru dari American Express dan Economist Intelligence Unit menemukan kalau 66 persen perusahaan global percaya volume perdagangan akan pulih terutama dengan AS dalam beberapa tahun mendatang.
Namun satu tantangan dihadapi yaitu Britain Exit (Brexit) yaitu keputusan Inggris untuk meninggalkan Uni Eropa. Hal ini akan memaksa Inggris untuk merilis ulang perjanjian perdagangan antara Inggris dan beberapa mitra dagang utama di Eropa. Menurut IMF, hal itu menjadi katalis negatif bagi ekonomi global yang perlahan tumbuh tetapi rapuh. (Ahm/Ndw)
Advertisement