Luhut Beri Sinyal Kelonggaran Ekspor Mineral Mentah

Pelonggaran ekspor mineral tersebut akan masuk dalam revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang mineral dan batubara.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 01 Sep 2016, 15:16 WIB
Diterbitkan 01 Sep 2016, 15:16 WIB
20160901-Luhut Rapat Bareng DPR Bahas Kebijakan Arcandra Tahar-Jakarta
Menko Kemaritiman sekaligus Plt Menteri ESDM, Luhut Binsar Panjaitan menutup wajahnya saat raker dengan Komisi VII DPR, di Senayan, Jakarta, Kamis (1/9). Raker membahas RAPBN 2017 serta kebijakan yang telah dibuat Arcandra Tahar (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - ‎Pelaksana tugas Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan memberi sinyal untuk melonggarkan aturan pelarangan ekspor mineral. Usulan pelonggaran ekspor mineral tersebut akan masuk dalam revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang mineral dan batubara.

Luhut mengatakan, dalam aturan yang berlaku sekarang, pemerintah melarang perusahaan tambang untuk mengekspor mineral mentah pada 2017. Para perusahaan tambang tersebut harus mengekspor konsentrat. Dengan begitu, seluruh perusahaan tambang tersebut harus membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter).

Namun jika dilihat hingga saat ini, realisasi pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral belum menunjukkan kemajuan signifikan. Bahkan ada yang pembangunannya berhenti.

"Kami juga liat industri-industri lain yang sudah mungkin membangun 75 persen atau 35 persen. Tapi juga adalah yang berhenti karena masalah cash flow," kata ‎Luhut, saat rapat kerja Komisi VII DPR RI dengan Kementerian ESDM, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (1/9/2016).

Padahal, untuk menerapkan pelarangan ekspor mineral mentah pada 2017 sesuai dengan aturan turunan dari Undang-Undang Minerba yaitu, Peraturan menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2014, membutuhkan smelter yang telah beroperasi.‎

Karena itu, Luhut menginginkan adanya kelonggaran ekspor mineral mentah yang akan dicantumkan ‎dalam revisi Undang-Undang Minerba. "Nah kami melihat secara adil, memberikan relaksasi ini, dalam tenggat waktu tertentu saya kira akan membuat kita juga bagus," tutur Luhut.

Kelonggaran tersebut wajar diberikan. Alasannya, lama pembangunan smelter tidak bisa disalahkan ke pengusaha saja, tetapi juga pemerintah yang terlambat menerapkan Undang-Undang Minerba.

"Karena ini juga bukan salah mereka, salah kita juga (pemerintah) Undang-Undang Minerba 2009, itu aturan pelaksanaannya 2014 sehingga tidak mungkinlah mereka membangun smelter dimana harga dari pada komoditi menurun untuk mereka melakukan investasi sebanyak itu," jelasnya.

Luhut‎ mengungkapkan, kelonggaran ekspor mineral mentah bukan hanya ditujukan untuk satu perusahaan saja, tetapi untuk seluruh perusahaan pertambangan.

"kita tidak ingin revisi Undang-Undang Minerba berlaku untuk 1-2 orang, tapi berlaku universal. Keadilan harus ada. Artinya kita jangan lihat hanya Freeport dan Newmont," tutup Luhut.

Seperti diketahui, ketika UU Minerba mulai berlaku di 2014 kondisi harga komoditas menurun, sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 menyatakan ekspor mineral mentah dilarang sejak 11 Januari 2014, karena itu Pemerintah pada saat itu mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014 yang menyatakan ekspor konsetrat mineral‎ dapat dilakukan hingga 11 Januari 2017. Pasca 2017 itu hanya mineral hasil pemurnian yang diizinkan ekspor. (Pew/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya