Liputan6.com, Bogor - Kondisi perekonomian petani karet dalam negeri kian terpuruk karena harga komoditas tersebut di tingkat dunia terus menurun hingga lebih dari 70 persen dalam lima tahun terakhir. Kondisi tersebut diperparah lantaran menurunnya produktivitas akibat banyaknya perkebunan karet yang sudah tua.
Hal itu terungkap saat seminar "Revitalisasi Karet Alam untuk Pengembangan Ekonomi Pedesaan Dan Daya Saing Bangsa," di IPB International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Kamis (1/9/2016).
Pakar Ekonomi Pertanian IPB Prof Hermanto Siregar menjelaskan, dari sekitar 3,4 juta hektare luas lahan perkebunan karet di Indonesia, sepertiga persen kini mengalami penurunan produktivitas.
Advertisement
"Di samping harga karet dunia anjlok juga banyak pohonnya sudah tua-tua. Kalau pohon sudah tua, getah karet cuma keluar sedikit lama-lama kering," kata Wakil Rektor IPB itu.
Baca Juga
Apabila kondisi ini dibiarkan, tidak menutup kemungkinan dalam beberapa tahun ke depan, hasil produksi karet di Indonesia akan semakin menurun.
Kondisi tersebut bukan hanya membuat perekonomian petani karet dalam negeri kian terpuruk, namun sebanyak 2,5 juta keluarga petani terancam kehilangan mata pencarian.
"Saya dengar banyak keluhan dari perwakilan petani karet. Mereka bingung tidak bisa berbuat apa-apa. Produktivitas menurun, harga juga anjlok," ucapnya.
Oleh karenanya, Hermanto mendorong Presiden Joko Widodo segera membuat Peraturan Presiden untuk menyelamatkan para petani karet.
Sebab, sejauh ini ia belum melihat adanya arahan kebijakan yang jelas dari pemerintah, setidaknya yang dapat memberikan harapan bagi 2,5 juta keluarga petani karet.
"Harus perpres, kalau cuma peraturan menteri takutnya menteri lain menolak kalau kebijakan tidak sejalan," kata dia.
Karena persoalannya sangat kompleks maka untuk memajukan komoditas karet ini harus didukung oleh kementerian lainnya. "Agar semua jalan harus pakai perpres," ujarnya.
Ia menjelaskan, perbaikan ini hanya dapat direalisasikan dengan dukungan kebijakan pemerintah yang terarah dan besaran bantuan yang cukup signifikan, khususnya di bidang peremajaan pohon karet tua, perbaikan infrastruktur jalan pedesaan, dan sertifikasi lahan untuk kemudahan akses kredit.
"Kalau tidak segera dimulai peremajaan dari sekarang, beberapa tahun ke depan kita bukan lagi penghasil karet terbesar," ujarnya.
Di samping itu, tidak terus bergantung pada pasar ekspor, melainkan dijual di dalam negeri. Karena karet merupakan komoditi strategis sebagai bahan baku untuk berbagai produk manufaktur, mulai dari produk rumah tangga hingga produk industri, seperti komponen otomotif.
"Ini pentingnya ada sinergitas dengan kementerian lain, yaitu mendorong investor masuk dan membangun berbagai produk manufaktur di Indonesia," kata dia. (Achmad Sudarno/Gdn)