Data Inflasi AS Dorong Penguatan Rupiah

Nilai tukar dolar AS turun untuk ketiga harinya setelah angka inflasi AS pada September kemarin berada di bawah perkiraan.

oleh Arthur Gideon diperbarui 19 Okt 2016, 12:53 WIB
Diterbitkan 19 Okt 2016, 12:53 WIB
Nilai tukar dolar AS turun untuk ketiga harinya setelah angka inflasi AS pada September kemarin berada di bawah perkiraan.
Nilai tukar dolar AS turun untuk ketiga harinya setelah angka inflasi AS pada September kemarin berada di bawah perkiraan.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat tipis pada perdagangan hari ini. Data inflasi AS yang di bawah perkiraan membuat mata uang beberapa negara berkembang menguat. 

Mengutip Bloomberg, Rabu (19/10/2016), rupiah dibuka di angka 13.020 per dolar AS, menguat tipis jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 13.025 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 12.988 per dolar AS hingga 13.041 per dolar AS. Jika dihitung sejak awal tahun, rupiah mampu menguat 5,69 per dolar AS.

Sedangkan berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 13.007 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 13.044 per dolar AS.

Nilai tukar dolar AS turun untuk ketiga harinya setelah angka inflasi AS pada September kemarin berada di bawah perkiraan. Hal tersebut menahan langkah Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (the Fed) menahan rencana kenaikan suku bunga acuan.

Dolar AS melemah terhadap 16 mata uang utama dunia pada pekan ini. Hal tersebut menjadi tenaga bagi beberapa mata uang negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

"Angka inflasi inti yang sedikit melambat pada September jika dibandingkan Agustus membuat rencana Fed tertahan. Hal tersebut juga membuat kenaikan dolar AS lebih terkontrol," jelas Ekonom Senior Mizuho Bank Ltd, Singapura, Vishnu Varathan.

Ekonom PT Samuel Sekuritas Rangga Cipta menjelaskan,  rupiah menguat bersama mayoritas kurs di Asia kemarin walaupun akan kembali diuji pagi ini menjelang rilis pertumbuhan ekonomi China. Kenaikan harga komoditas secara umum masih beri sentimen positif.

Pemerintah akan menurunkan harga gas industri dan BBM di Papua yang dipastikan menaikkan beban subsidi baik langsung maupun tidak langsung. "Ini bisa jadi preseden negatif bagi harapan investment grade di Desember 2016 mendatang oleh S&P," jelas dia. (Gdn/Ndw)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya