Sri Mulyani: Rupiah Menguat karena Tax Amnesty

Namun, kenaikan suku bunga acuan berisiko terhadap nilai tukar rupiah.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 12 Okt 2016, 20:04 WIB
Diterbitkan 12 Okt 2016, 20:04 WIB
Sri Mulyani
Sri Mulyani menampik kabar perbankan Singapura menghambat program pengampunan pajak.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan tantangan global yang dapat mempengaruhi nilai tukar rupiah. Hal tersebut disampaikan setelah Sri Mulyani mengikuti pertemuan tahunan dengan IMF dan Bank Dunia.

Sri menerangkan, dalam pertemuan itu Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve Janet Yallen memaparkan rencana kenaikan suku bunga acuan dalam waktu dekat. Pasalnya, kondisi perekonomian negara adidaya tersebut dianggap telah cukup.

Dia menuturkan, kenaikan suku bunga acuan berisiko terhadap nilai tukar rupiah.

"Yang perlu diwaspadai dari pertemuan IMF dan World Bank, Janet Yallen memberikan pemaparan mengenai rencana kenaikan suku bunga akhir tahun ini dan tahun depan. Pertemuan The Fed yang terakhir data bahwa ekonomi AS mengalami penguatan cukup solid terutama employment. Sehingga pertemuan The Fed sebetulnya hampir diputuskan kenaikan tapi memberikan waktu karena ketidakpastian pemilu," kata dia saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Jakarta, Rabu (12/10/2016).

Memang, nilai tukar rupiah mengalami penguatan beberapa waktu belakangan ini. Dia mengatakan, kenaikan tersebut didorong sentimen positif dari Program Pengampunan Pajak atau tax amnesty.

"Sampai akhir September lalu nilai tukar rupiah mendapat sentimen positif munculnya realisasi tax amnesty yang cukup mengesankan pada September ini menyebabkan nilai tukar di bawah Rp 13 ribu per dolar AS," jelas dia.

Sri Mulyani menerangkan, pada pertemuan IMF dan Bank Dunia itu tidak ada perubahan proyeksi perekonomian global di mana diperkirakan tumbuh 3,1 persen hingga 3,4 persen. Namun, pertumbuhan ekonomi global tersebut dibayangi oleh risiko melemahnya ekspor impor.

"Kuartal ini dan tahun ini pertumbuhan ekspor impor akan sangat rendah. Pertama dalam sejarah perekonomian dua dekade terakhir pertumbuhan ekspor impor hanya separuh pertumbuhan dunia. Biasanya lebih tinggi dari rata-rata," tandas dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya