Liputan6.com, New York - Harga minyak turun pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Penurunan harga minyak tersebut karena pelaku pasar kembali sangsi apakah organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) benar-benar bisa membuat anggotanya mengendalikan produksi sesuai dengan janji di akhir September lalu.
Mengutip Wall Street Journal, Rabu (26/10/2016), harga minyak mentah jenis Light Sweet untuk pengiriman Desember ditutup turun 56 sen atau 1,1 persen ke level US$ 49,96 per barel di New York Mercantile Exchange. Sedangkan harga minyak Brent, yang merupakan patokan global, turun 67 sen atau 1,3 persen ke US$ 50,79 per barel di ICE Futures Europe.
Advertisement
Baca Juga
Pada September kemarin, anggota OPEC dan juga beberapa negara di luar OPEC berkumpul di Aljazair untuk membahas mengenai penurunan harga minyak yang telah terjadi dalam dua tahun terakhir. Hasil dari pertemuan tersebut, negara anggota OPEC sepakat untuk mengendalikan produksi yang diharapkan bisa mendorong harga minyak kembali naik.
Hasil pertemuan tersebut cukup berdampak positif bagi harga minyak. Sejak pertemuan tersebut hingga akhir pekan kemarin, harga minyak mampu mempertahankan di atas level US$ 50 per barel.
Namun, pertemuan pada September tersebut belum rinci. Masih ada pertemuan lanjutan yang akan membahas lebih spesifik mengenai upaya mengendalikan produksi tersebut. Dalam pertemuan lanjutan tersebut akan dibahas kuota produksi untuk masing-masing negara anggota.
Saat ini, banyak pelaku pasar yang cukup skeptis mengenai hal tersebut. Alasannya, Irak baru saja menolak penggunaan data sekunder yang akan menjadi dasar perhitungan pengendalian atau pemotongan produksi.
"Ini salah satu celah yang dimanfaatkan oleh beberapa negara anggota OPEC untuk menolak kesepakatan. Masih ada celah lain yang nanti akan menambah berat realisasi kesepakatan," jelas analis Commerzbank dalam catatannya kepada para nasabah.
"Pasar bergerak atas dasar pernyataan dari Irak. Ini akan menjadi pukulan keras bagi harga minyak di akhir bulan ini," jelas Senior Vice President Herbert J. Sims & Co, Donald Morton. (Gdn/Ndw)
Â