Liputan6.com, New York - Stabilitas politik yang relatif baik, pertumbuhan ekonomi yang besar dan reformasi pemerintahan membuat negara-negara berkembang menjadi sasaran investasi untuk tahun depan. Hal tersebut diungkapkan oleh Credit Suisse.
Dalam media briefing prospek investasi 2017, Kepala Strategi Investasi Global Credit Suisse Nannette Hechler Fayd'herbe menjelaskan, pasar negara berkembang lebih tahan terhadap gejolak perekonomian dunia dalam beberapa dekade terakhir.
Ia mencontohkan, ketidakpastian politik di Eropa dan rencana presiden terpilih Amerika Serikat (AS) untuk mendesain ulang kebijakan perdagangan AS tidak terlalu berpengaruh kepada perekonomian di negara-negara berkembang.
Advertisement
"Negara-negara berkembang memiliki eksposure yang lebih rendah terhadap keadaan seperti itu. Mereka memiliki model pertumbuhan ekonomi yang seimbang antara ke luar dan di dalam sendiri," jelas Hechler Fayd'herbe, seperti dikutip dari CNBC, Sabtu (3/12/2016).
Baca Juga
Ia melanjutkan hanya sepertiga dari produk domestik bruto di negara berkembang yang tergantung kepada perdagangan internasional. Sedangkan sebagian lainnya didominasi oleh pertumbuhan dari dalam atau konsumsi dalam negeri.
Negara berkembang di Asia dan Amerika Latin misalnya, negara-negara tersebut memiliki konsumen domestik yang besar. Para konsumen tersebut sedang dalam tahap memasuki kelas menengah yang memiliki daya beli yang besar.
Dua negara yang paling padat penduduknya yaitu China dan India memiliki pertumbuhan ekonomi dua kali lipat jika dibandingkan dengan pertumbuhan global. India mencatatkan pertumbuhan 7,3 persen dan China juga menunjukkan ekspansi berkelanjutan di sektor manufaktur dan jasa.
Credit Suisse melihat pasar berkembang sangat menarik karena mereka memberikan imbal hasil yang jauh lebih tinggi pada surat utang yang diterbitkan.
Untuk membangun, negara berkembang akan mengeluarkan utang. Imbal hasil yang tinggi dan juga nilai tukar yang kompetitif akan membuat negara berkembang lebih menarik.
Untuk di Asia, Credit Suisse lebih suka dengan Indonesia. Imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia dengan jangka waktu 10 tahun mencapai 8,07 persen. Lebih tinggi jika dibandingkan dengan imbal hasil the 10-year Treasury note yang ada di level 2,43 persen.
Indonesia dianggap sebagai negara berkembang yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang kuat di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Presiden telah menghapus subsidi bahan bakar minyak dan menjalankan program pengampunan pajak yang memberikan dampak positif kepada kekuatan fiskal. (Gdn/Ndw)