Liputan6.com, Jakarta - Harga acuan minyak di pasar internasional terus menunjukan kenaikan. Tentu saja, hal tersebut akan sangat berpengaruh kepada pembentukan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia. Lalu bagaimana langkah pemerintah menyikapi kenaikan harga minyak tersebut?
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I Gusti Nyoman Wiratmaja mengatakan, jika melihat kondisi harga minyak dunia dan harga acuan memang menunjukan kenaikan. Namun Kementerian ESDM belum menentukan apakah juga akan menaikkan harga BBM subsidi.
Penetapan harga BBM subsidi akan dilakukan pada minggu terakhir Desember ini. Sedangkan pengumuman atau perubahan akan dilakukan pada awal 2017. "Kalau harga rata-ratanya sudah naik, tapi nanti untuk harga retalil. Sabar ya," kata Wiratmaja, di Jakarta, Selasa (20/12/2016).
Advertisement
Baca Juga
Pemerintah masih melakukan berbagai pertimbangan dengan meninjau berbagai aspek, sebelum memutuskan perubahan harga BBM bersubsidi. "Harga BBM per 1 Januari nanti kan. Kita pertimbangan semua aspek tentunya," ucapnya.
Aspek yang ditinjau diantaranya adalah formula pembentukan harga BBM, harga minyak dunia, nilai ekonomis, aspek politis dan usulan PT Pertamina (Persero). Nantinya hasil pertimbangan tersebut akan dilaporkan ke Menteri ESDM Ignasius Jonan. "Kami laporkan ke Pak Menteri, dari Pak menteri ke Pak Presiden," terang Wiratmaja.
Wakil Direktur Utama Pertamina Ahmad Bambang melanjutkan, dengan melihat kondisi harga acuan saat ini, harga Solar subsidi seharusnya mengalami kenaikan Rp 500 per liter, kenaikan cukup besar karena perubahanya sempat tertunda.
"Ada kondisi yang sebelumnya memang sudah rugi. Itu pasti naiknya akan besar. Mungkin sekitar Rp 500," kata Bambang, pekan lalu.
Bambang mengungkapkan, seharusnya harga Solar subsidi mengalami kenaikan sejak Oktober 2016. Namun keputusan tersebut tidak diambil karena masih bisa ditutupi dengan laba penjualan Solar dari bulan -bulan sebelumnya.
"Solar itu rugi sebenarnya di Oktober tapi kenapa kami tidak mau naikkan Karena kami masih punya untung untuk Solar," ucap Bambang.
Bambang melanjutkan, laba penjualan Solar tersebut tidak bisa digeser untuk menutupi kenaikan harga Solar, karena laba tersebut untuk 2016, sementara kenaikan harga Solar subsidi sudah memasuki 2017. "Nah tapi Januari ini kan tahun baru beda tahun, bisa digeser? Tidak bisa. Jadi harus mulai Itu pasti agak besar kenaikannya," tutup Bambang. (Pew/Gdn)