Harga Minyak Merosot Tersengat Kenaikan Produksi dan Dolar AS

Harga minyak dunia jenis WTI untuk kontrak Februari merosot 2,7 persen menjadi US$ 51,08 per barel.

oleh Agustina Melani diperbarui 19 Jan 2017, 06:00 WIB
Diterbitkan 19 Jan 2017, 06:00 WIB
20151007-Ilustrasi Tambang Minyak
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Liputan6.com, New York - Harga minyak dunia merosot hampir tiga persen seiring kenaikan produksi US shale. Sentimen ini berlawanan dengan dukungan produsen minyak utama yang akan memangkas produksi. Ditambah dolar AS menguat sehingga berdampak ke harga minyak.

Pada penutupan perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), di New York Mercantile Exchange, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Februari turun US$ 1,4 atau 2,7 persen menjadi US$ 51,08 per barel. Harga minyak Brent merosot US$ 1,55 atau 2,8 persen menjadi US$ 53,92 per barel di London's ICE Future Exchange.

Harga minyak WTI dan Brent masing-masing mencatatkan harga terendah sejak 10 Januari 2017. Dari laporan bulan the Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) menyatakan kalau ada tanda-tanda positif dari kepatuhan untuk kurangi produksi. Namun perlu dicatat juga mengenai perkiraan pasokan minyak dari negara non OPEC tergantung dari AS memperketat kenaikan produksi minyaknya.

Disebutkan, ada sekitar 24 negara yang setuju memangkas produksi minyak hampir1,8 juta barel per hari. Ini membutuhkan "upaya luar biasa" untuk mematuhi perjanjian. Dalam laporan OPEC menyebutkan kenaikan kenaikan harga minyak dapat mendorong "kenaikan produksi minyak" AS.

"Spekulasi kenaikan harga minyak diterjemahkan ke dalam produksi shale minyak AS sebagai tambahan untuk menyeimbangkan OPEC memangkas pasokan dan kurangi kelebihan di pasar," ujar Tm Evans, Analis Citi Futures seperti dikutip dari laman Marketwatch,Kamis (19/1/2017).

Rilis data the Energy Information Administration (EIA) menunjukkan perkiraan peningkatan produksi US shale oil dengan kenaikan terbesar dari Permian Basis yang meliputi wilayah Texas barat dan tenggara New Mexico.

EIA memproduksi produksi minyak shale US meningkat menjadi 4,75 juta barel per hari pada Februari. Selain itu, produksi minyak menjadi 4,71 juta barel per hari pada Januari.

"Ini menegaskan kalau produksi minyak shale US telah digenjot.Ini akan membuat lebih sulit bagi OPEC untuk seimbangkan pasar minyak," tulis Analis Commerzbank.

Sentimen lain menekan harga minyak juga didorong dari kenaikan indeks dolar AS. Penguatan dolar AS biasanya bukan pertanda baik untuk pembeli minyak menggunakan mata uang lainnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya