Ini Alasan Pemerintah Terbitkan PP soal Penyertaan Modal ke BUMN

Selama ini PP 44 Tahun 2015 menjadi dasar dalam penyertaan dan pengelolaan modal ‎negara di perusahaan-perusahaan pelat merah.

oleh Septian Deny diperbarui 08 Feb 2017, 14:14 WIB
Diterbitkan 08 Feb 2017, 14:14 WIB
Kementerian BUMN.
Kementerian BUMN.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan, ada sejumlah alasan pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) ‎Nomor 72 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN.

PP 72 ini merupakan bentuk penyempurnaan dari PP Nomor 44 Tahun 2005. Menurutnya, selama ini PP 44 itu menjadi dasar dalam penyertaan dan pengelolaan modal ‎negara di perusahaan-perusahaan pelat merah.

"Spirit dari PP 72 ini adalah penyempurnaan yang dalam PP 44 masih ada beberapa hal yang belum jelas," ujar Menkeu di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (8/2/2017).

Sri Mulyani menuturkan, ada sejumlah latar belakang yang menjadi alasan pemerintah menerbitkan PP ini. Pertama, memperjelas dan menegaskan dasar hukum pembentukan holding BUMN sebagaimana telah dilaksanakan selama ini.

"PP 44 ini dirasa perlu disempurnakan dalam pembentukan holding, perlu memperjelas dasar hukum dari pembentukan holding," kata Sri Mulyani.

Kedua, agar proses pengalihan (inbreng) saham BUMN dalam rangka pembentukan holding BUMN tidak lagi melalui mekanisme APBN karena saat pembentukan telah melalui mekanisme APBN sehingga berstatus kekayaan negara dipisahkan.

"Pengalihan tidak melalui mekanisme APBN karena BUMN yang di-inbreng atau yang menerima sudah melalui mekanisme APBN sehingga aset negara absolut tidak berubah," lanjut dia.

Ketiga, ia menegaskan sikap pemerintah untuk tetap meminta persetujuan DPR jika anak perusahaan eks BUMN akan dijual. Hal ini dilakukan dengan tetap mempertahankan statusnya sebagai perusahaan negara melalui kepemilikan satu saham (dwiwarna).

"Karena penjualan atau privatisasi menggunakan aturan lain. Apa pun keputusan pemerintah untuk menjual harus tetap sesuai mekanisme APBN, yaitu dengan persetujuan dewan‎ (DPR)," kata Menkeu.

Keempat, agar pemerintah tetap memiliki kontrol terhadap anak perusahaan eks BUMN melalui saham dwiwarna dan BUMN induk wajib memiliki mayoritas saham atau lebih dari 50 persen.

"Pada PP 72 tetap ada kontrol pemerintah pada ‎BUMN," ungkap Sri Mulyani.

Kelima, anak perusahaan eks BUMN diperlakukan sama dengan BUMN untuk tetap dapat melaksanakan penugasan pemerintah. (Dny/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya