Liputan6.com, Jakarta Belum juga meluncur, produk pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) mikro dari PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) untuk rumah seharga Rp 75 juta sudah diserbu para pekerja informal.
Pada Jumat mendatang (24/2/2017), sebanyak 300 pedagang mie bakso di Semarang akan menandatangani akad KPR mikro Rp 75 juta.
Senior Vice President Non Subsidized Mortgage and Customer Lending Division Bank BTN, Suryanti Agustina mengungkapkan, skema pembiayaan KPR mikro untuk rumah seharga Rp 75 juta akan diluncurkan pada 24 Februari 2017 di Semarang. Proyek rumah murah ini hasil kerja sama antara Bank BTN dan Perum Perumas.
Advertisement
Baca Juga
"Sekarang sudah jalan, dan nanti tanggal 24 ini akan kita luncurkan KPR mikro di Semarang untuk pekerja informal. Maksimal untuk rumah seharga Rp 75 juta per unit," jelas Suryanti saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Senin (20/2/2017).
Di saat yang bersamaan, dia mengaku, akan ada penandatanganan akad kredit dengan 300 orang yang berprofesi pedagang bakso dan mie ayam di Semarang.
Kredit mikro dengan plafon Rp 75 juta ini bisa dimanfaatkan pekerja informal untuk membeli rumah, membangun rumah, dan renovasi rumah di atas tanah sendiri.
"Sudah banyak yang pesan. Nih nanti saat launching, 300 orang langsung akad di Semarang. Itu tukang bakso dan tukang mie. 300 orang berarti 300 unit rumah," Suryanti menerangkan.
Menurutnya, selain di Semarang, dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu akan membangun rumah murah seharga Rp 75 juta di seluruh Indonesia. Kemudian setelah pedagang makanan, rumah seharga Rp 75 juta melalui skema KPR mikro juga akan menyasar kalangan nelayan, lalu petani.
"Mungkin sekitar 20 ribu unit rumah kita bakal bangun karena kan masih tahap perkenalan. Tapi kita punya target besar untuk bangun rumah skema KPR mikro maksimal Rp 75 juta per unit," ujar dia.
Suryanti menambahkan, Bank BTN tentu akan melihat kemampuan dan konsistensi pekerja informal dalam menabung selama tiga bulan untuk bisa mendapatkan pembiayaan KPR mikro untuk rumah Rp 75 juta. Langkah ini dilakukan guna mengurangi risiko kredit bermasalah di perusahaan.
"Kita lihat sektor informal yang punya kemampuan ya, bukan yang tidak punya kemampuan menabung. Jadi dia nabung dulu tiga bulan, misalnya harga rumah Rp 75 juta, mungkin nabung dulu Rp 300 ribu per bulan selama tiga bulan. Kalau konsisten dan dianggap mampu, baru kita berani kasih (kredit mikro), jika tidak maka kita yang bisa kena masalah," dia memaparkan. (Fik/Nrm)Â