Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VII DPR, Satya Widya Yudha optimistis pemerintah akan memenangkan gugatan apabila PT Freeport Indonesia menempuh jalur arbitrase terkait perubahan status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Alasannya jika tetap berstatus KK, perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu sudah melanggar Undang-undang (UU) Minerba, terkait kewajiban membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter).
"‎Semua pihak punya pegangan masing-masing. Kita yakin bisa memenangkan arbitrase jika itu jalan yang ditempuh," kata Satya sebelum bertemu dengan Menteri ESDM di Gedung DPR, Jakarta, Senin (20/2/2017).
Advertisement
Dia beralasan, jika status Freeport Indonesia ‎bertahan sebagai pemegang KK, perusahaan tersebut harus tunduk pada UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009. Freeport Indonesia harus mematuhi Pasal 170 yang sudah jelas-jelas dilanggar Freeport Indonesia.
Baca Juga
"Di ‎Pasal 170, kalau statusnya masih KK, maka pembangunan smelter dilakukan paling lambat akhir 2014. Sudah dua tahun lebih, smelter belum juga dibangun. Freeport hanya punya 40 persen dari total produksinya, jadi 60 persen belum dimurnikan di dalam negeri," jelas Satya.
‎Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba. Dalam aturan ini, Freeport harus mengubah status KK menjadi IUPK, divestasi saham sampai 51 persen secara bertahap, dan poin lainnya.
"‎Kalau tetap tidak mau dan merasa status KK-nya terganggu, apalagi pihak-pihak yang berkontrak menyatakan perlu arbitrase, saya rasa pemerintah Indonesia siap menghadapinya," jelas dia.
Satya menegaskan, Freeport Indonesia harus menghormati UU Minerba karena perusahaan tersebut keukeuh mempertahankan status KK. Dengan kata lain, perusahaan harus membangun pabrik smelter, meskipun hingga saat ini belum juga direalisasikan.
"Kalau saya tidak menghendaki arbitrase karena ruang negosiasi kita maksimalkan. Freeport di Indonesia sudah 50 tahun, forum arbitrase memberikan dampak negatif yang dijalani. Tapi itu jadi pilihan terakhir, jika sudah tidak bisa memahami UU Minerba, forum hanya satu, yakni arbitrase," tegas Satya.
"Sikap pemerintah ditunggu investor lain. Apabila Indonesia tidak bisa menegakkan UU yang dibuatnya, bisa dibayangkan kepastian investasi lain tidak menentu lagi. Ini pelajaran bagi investor lain, ada kepastian hukum di Indonesia," tambah Satya.