500 Juta Orang Perlu Kerja 68 Tahun buat Kejar Kekayaan Miliarder

Ketimpangan mempengaruhi jutaan masyarakat di dunia yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 23 Feb 2017, 12:16 WIB
Diterbitkan 23 Feb 2017, 12:16 WIB
Ilustrasi Orang Kaya
Ilustrasi Orang Kaya

Liputan6.com, Jakarta Oxfam, organisasi nirlaba dari Inggris yang fokus pada pembangunan menyebut ketimpangan atau kesenjangan pendapatan antara orang kaya dan miskin sudah pada taraf membahayakan. Wilayah dengan kondisi ketimpangan parah salah satunya di Asia.

Direktur Advokasi dan Kampanye Oxfam Internasional, Steve Price Thomas dalam acara Peluncuran Laporan Ketimpa‎ngan Menuju Indonesia yang Setara, mengungkapkan, ketimpangan mempengaruhi jutaan masyarakat di dunia yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.

Oxfam beberapa waktu lalu telah merilis hasil studinya di Davos, Swiss.  "Hasil studinya 8 orang terkaya di dunia hartanya setara dengan kekayaan 3,6 juta orang lain. Ketika kekayaan 8 orang tajir itu sama dengan setengah populasi di dunia, maka itu sudah bahaya. Jadi kita perlu perubahan fundamental dalam pengelolaan ekonomi Indonesia," kata dia di Hotel Aryaduta, Jakarta, Kamis (23/2/2017).

Thomas menceritakan ‎kondisi ketimpangan di kawasan Asia. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi di Asia, seperti China, India, Malaysia, Kamboja, Bangladesh, Thailand, termasuk Indonesia sangat menganggumkan sejak 1960. Walaupun ada pertumbuhan ekonomi, masalah kemiskinan tetap menghantui.

"Di Asia, kesenjangan meningkat. Di China dan India contohnya, ada 1,3 juta orang konglomerat, tapi ada juga 300 juta orang yang hidup dalam kemiskinan ekstrem. Orang terkaya di Asia ada yang punya kekayaan sampai US$ 31 miliar, tapi ada 500 juta orang lain yang hidup pas-pasan per harinya," terang Thomas.

Dia mengatakan, perlu waktu ‎68 tahun bagi 500 juta penduduk itu untuk bisa menyamai kekayaan orang kaya tersebut. Itupun dengan syarat pendapatannya meningkat selama 68 tahun. Sebanyak 500 juta orang miskin ini tidak mampu menghidupi diri mereka sendiri.

"Memang ada pengurangan angka kemiskinan di Asia, tapi tetap saja tidak menjawab persoalan terpenting, yakni ketimpangan," terang Thomas.

Menurut Thomas, sektor swasta berperan penting untuk menerapkan model bisnis inklusif. Selanjutnya pemerintah harus mampu mengimplementasikan sistem perpajakan yang adil supaya orang-orang kaya ini patuh membayar pajak dan tidak menyembunyikan harganya.

"Implementasi pajak yang adil, yang tidak membebani rakyat miskin. Kalau sistem pajak jelek, maka orang kaya akan menikmati pajak rendah dan dapat menyembunyikan uang mereka di negara surga pajak sehingga bisa mengurangi pendapatan negara yang tujuannya untuk memberantas kemiskinan," harap dia.(Fik/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya