Liputan6.com, Jakarta - Produsen cabai tergabung dalam Asosiasi Agrobisnis Cabai Indonesia (AACI) memberi respons atas isu praktik monopoli cabai rawit. Sebagaimana diketahui, Bareskrim baru saja menetapkan beberapa tersangka terkait dugaan monopoli tersebut.
Sekretaris Jenderal AACI Abdul Hamid mengatakan, kasus yang merebak bukanlah praktik monopoli. Dia menyebut, hal tersebut merupakan hal yang lumrah dalam bisnis. Artinya, baik pengepul dan industri biasanya memiliki kontrak bisnis.
"Jadi begini, kalau itu kejadiannya yang ditangkap memang bisnis mereka di situ. Bisnis pengusaha untuk industri. Tentunya, baik mahal ataupun murah itu bisnis mereka pemasok-pemasok ini mempunyai kewajiban sesuai kesepakatan mereka. Itulah bisnis," kata dia kepada Liputan6.com, Jakarta, Sabtu (11/3/2017).
Advertisement
Dia menerangkan, untuk memenuhi perjanjian kontrak, pengepul akan mengupayakan ketersediaan cabai ke industri. Baik dari petani yang dia bina maupun diambil dari pasar.
Baca Juga
"Penyuplai harus memasukan, dia bisa membeli dari petani dia atau ambil di pasar. Kalau ambil di pasar, misal dia ambil Rp 110 ribu per kg pasti industri akan ambil di atas itu Rp 111 ribu atau Rp 112 ribu," jelas dia.
Dia menampik, cabai yang dijual ke industri akan dijual lagi ke pasar. Menurut dia, cabai itu memang untuk keperluan industri.
"Kalau masalahnya nanti dijual lagi ke pasar lagi saya kira nggak, dia bener-bener (industri), menurut Saya kalau dia ambil jual pasar lagi, itu yang mungkin nggak bener. Tapi ini memang ada kontrak dengan industri itu yang saya pahami seperti itu," jelas dia.
Tak hanya saat harga cabai tinggi, Abdul mengatakan kesepakatan penyuplai dengan industri bahkan terjadi saat harga rendah. Pada kondisi ini, justru menjadi industri sebagai penyelamat petani.
"Praktik itu, sama halnya harga tinggi, saat harga murah ini diperlukan petani dia ambil saat harga murah dibeli oleh pemasok, ini lho industri, ini harga Rp 5 ribu tapi saya jual kamu Rp 7 ribu. Kalau diambil industri cepat naik. Itu yang memang harus memahaminya. Jangan ambil saat ini, saat mahal, pasti kejadian dia ambil, pemasok dari binaan, dia gagal, dia ambil pasar," tutur dia.
Abdul mengatakan, pemasok mesti memenuhi ketentuan bisnis supaya tak terkena sanksi.
"Penyuplai, kalau petani tidak, kalau tidak nyuplai dia kena denda karena kontrak. Itu harus dipahami.Tidak mungkin dia timbun," ujar dia.