OPEC: Dampak Pengendalian Produksi Minyak Sudah Terlihat

OPEC dan beberapa negara lain berkomitmen untuk mengurangi produksi mulai dari Januari hingga Juni 2017.

oleh Arthur Gideon diperbarui 03 Apr 2017, 06:45 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2017, 06:45 WIB
Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC)
Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC)

Liputan6.com, New York - Tanda-tanda pemotongan produksi yang dijalankan oleh organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) dan beberapa negara produsen minyak di luar OPEC mulai terlihat. Stok minyak mentah mulai terlihat menurun.

Sekretaris Jendral OPEC Mohammad Barkindo menjelaskan, kelebihan cadangan minyak mentah yang disimpan di kilang hingga mencapai 285 juta barel telah menyeret harga minyak jatuh cukup dalam dalam dua tahun ini.

Untuk menghindari kejatuhan yang lebih dalam, OPEC dan 11 negara produsen minyak di luar OPEC pun berinisiatif untuk mengendalikan atau menahan produksi. Sejauh ini, pengendalian produksi tersebut membuahkan hasil. Harga minyak terangkat kembali.

Bahkan, dalam sepekan terakhir harga minyak mengalami peningkatan mingguan terbesar di tengah spekulasi OPEC akan memperpanjang pengendalikan produksi dari kesepakatan awal.

Semula OPEC dan beberapa negara lain berkomitmen untuk mengurangi produksi mulai dari Januari hingga Juni ini. Sejauh ini, enam anggota OPEC menyatakan kesediaan untuk memperpanjang waktu pengendalian produksi tersebut.

"Saya tetap optimistis bahwa harga minyak sudah mulai mencapai titik kesembangan baru." jelas Barkindo seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (3/4/2017). "Kami telah melihat bahwa stok minyak di dunia telah mengalami penurunan," tambah dia.

Irak yang semula menyatakan sulit untuk memangkas produksi ternyata mampu menjalankan kesepakatan tersebut dengan baik.

Menteri Perminyakan Irak Jabbar Al-Luaibi mengatakan bahwa pada Maret kemarin, produksi minyak mereka berada di kisaran 4,46 juta barel per hari.

Menurut OPEC, Irak sepakat untuk mengurangi produksi 210 ribu barel per hari menjadi 4,35 juta barel per hari. "Kami mampu meyakinkan mereka untuk mematuhi kesepakatan ini," jelas Barkindo. (Gdn/ndw)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya