Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) menyatakan sejumlah proyek pembangkit listrik yang mandek seperti yang diungkapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) lantaran ada kendala pada pembebasan lahan.
Direktur Pengadaan PLN Supangkat Iwan Santoso mengatakan, pada lahan yang dijadikan sebagai lokasi proyek pembangkit listrik kerap kali mengalami kenaikan harga yang signifikan. Hal ini di luar antisipasi dari kontraktor dan tidak sesuai dengan nilai dalam kontrak sudah disepakati.
"Kendalanya memang lahan kemudian pada saat itu terjadi kenaikan harga kontraktor tidak mampu. Minta naik, karena sudah terikat. Kita juga harus ke BPK dan sebagainya jadi tertunda tunda," ujar dia di Kantor PLN Pusat, Jakarta, Jumat (7/4/2017).
Advertisement
Baca Juga
Sementara terkait dengan 34 pembangkit listrik yang mandek sisa program Fast Track Program (FTP) I yang sebelumnya menjadi sorotan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Iwan mengatakan, proyek-proyek tersebut merupakan pembangkit listrik berkapasitas kecil yang berlokasi di luar Jawa.
"Jadi ada 34 proyek yang kecil-kecil di luar Jawa yang tidak selesai-selesai," kata dia.
Namun dari 34 proyek ini, lanjut Iwan, 23 proyek di antaranya sudah berjalan atau dilanjutkan pengerjaannya. Sedangkan 11 proyek sisanya dihentikan (terminate) karena memang belum sama sekali dibangun.
"Dari 34 itu yang 23 berjalan, 11 di terminate karena memang belum mulai. 11 itu belum mulai progress belum ada, baru lahan mungkin jadi belum ada apa-apa, belum ada pembelian barang belum ada konstruksi di lapangan. Tapi yang sudah mulai sudah 60 persen, 70 persen, persen tetap dilanjutkan. Insya Allah itu bisa diatasi," ujar dia.
Sebagai informasi, BPK menyatakan sebanyak 5 proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di sejumlah wilayah mangkrak. Berhentinya lima PLTU tersebut mengakibatkan pemborosan keuangan PLN sebesar Rp 609,54 miliar dan US$ 78,69 juta.
Lima‎ PLTU yang mangkrak tersebut antara lain PLTU Tanjung Balai Karimun, PLTU Ambon, PLTU 2 NTB Lombok, PLTU Kalbar 2, serta PLTU Kalbar 1.
Â