3.000 Pekerja Freeport yang Berunjuk Rasa Dianggap Resign

Sebanyak 3.000 pekerja Freeport berunjuk rasa sejak 1 Mei 2017.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 07 Jun 2017, 16:42 WIB
Diterbitkan 07 Jun 2017, 16:42 WIB
Freeport Indonesia (AFP Photo)
Freeport Indonesia (AFP Photo)

Liputan6.com, Jakarta PT Freeport Indonesia menganggap 3.000 karyawan yang berunjuk rasa‎ telah mengundurkan diri dari perusahaan. Para pekerja tersebut dinilai telah melanggar Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

Juru Bicara Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan, unjuk rasa yang berlangsung sebelum 1 Mei 2017, sampai hari ini diikuti sekitar 3.000 karyawan. Karena unjuk rasa ini, para karyawan tersebut tidak masuk kerja. "Sebelum tanggal 1 Mei mereka sudah banyak yang enggak masuk,"‎ kata Riza, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (7/6/2017).

Menurut Riza, ‎manajemen Freeport Indonesia telah meminta karyawan yang menggelar unjuk rasa bekerja kembali, tetapi setelah 5 hari tidak masuk tanpa keterangan dan dua kali pemanggilan tidak dihiraukan maka karyawan tersebut dianggap mengundurkan diri.

"Diminta masuk enggak mau, mereka enggak masuk 5 hari kita panggil, nggak datang tanpa keterangan, tambah dua kali panggilan," dia menjelaskan.

Riza melanjutkan, ketidakhadiran 3.000 karyawan tersebut pun dinilai telah melanggar PKB, sehingga wajar jika perusahaan menganggap mereka mengundurkan diri. ‎"Mereka dianggap mangkir, itu melanggar PKB, kita sudah tanda tangan PKB," ucap Riza.

Terkait salah satu tuntutan karyawan, yaitu meminta manajemen Freeport Indonesia tidak memberikan tindakan kepada mereka yang berunjuk rasa tidak bisa dikabulkan perusahaan. Sebab ini dinilai akan mengganggu karyawan yang tetap memilih bekerja. 

‎"Mereka menuntut tidak ada tindakan, kalau begitu kasihan yang benar-benar bekerja," kata Riza.

Karena hal ini, ada pekerjaan yang terbengkalai. Menurutnya karena aksi unjuk rasa ini, kegiatan produksi jadi tidak optimal.

"Dengan tidak ada begitu (unjuk rasa) produksi bisa lebih, saya nggak bisa kasih angka. Karena absen yang banyak produksi kita nggak optimal," tuturnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya