Perombakan Skema Tunjangan Kinerja Pegawai Pajak Berlaku 2018

Draft revisi Perpres tunjangan kinerja pegawai pajak kini berada di Kementerian Hukum dan HAM untuk proses harmonisasi.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 23 Jul 2017, 09:36 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2017, 09:36 WIB
Ditjen Pajak Akan Hapus Sanksi Pajak
Suasana kantor pajak di Kebon Jeruk, , Jakarta, Kamis (19/11/2015). Ditjen pajak akan menghapus atau mengurangi sanksi administrasi atas keterlambatan pembayaran dan pelaporan pajak.(Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati berjanji akan mengubah skema tunjangan kinerja (tukin) pegawai pajak yang lebih adil dengan kombinasi skema berdasarkan realisasi penerimaan pajak, beban kinerja, dan lokasi atau wilayah kerja. Perombakan tersebut rencananya berlaku mulai 2018. 

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB), Asman Abnur mengatakan telah menyetujui revisi tunjangan kinerja pegawai pajak yang diajukan Sri Mulyani. Tahapan selanjutnya, diserahkan kepada Menkeu untuk pelaksanaan teknisnya.

"Kita sudah setujui, jadi di PAN RB sudah selesai. Untuk teknisnya ke Menkeu karena pasti ada harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan HAM karena menyangkut draft Peraturan Presiden (Perpres)," kata Asman saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Minggu (23/7/2017). 

Dia menuturkan, Kementerian PAN RB menyetujui perombakan skema tunjangan kinerja ini sebagai bentuk apresiasi kerja keras para pegawai pajak dalam menyukseskan program pengampunan pajak (tax amnesty). 

Selama 9 bulan tax amnesty berjalan, penerimaan negara dari program tersebut mencapai Rp 135 triliun. Ini terdiri dari uang tebusan Rp 114 triliun, pembayaran bukti permulaan Rp 1,75 triliun, dan pembayaran tunggakan Rp 18,6 triliun.

"Kemarin kan ada tambahan kerja program tax amnesty. Itu harus dinilai juga sebagai bagian dar kinerja pegawai pajak. Kinerja Kementerian Keuangan pun selama ini kan bagus, jadi perlu diapresiasi," terang Asman. 

Dikonfirmasi terpisah, Sekretaris Jenderal Kemenkeu, Hadiyanto mengatakan, draft revisi Perpres tunjangan kinerja pegawai pajak sudah berada di Kementerian Hukum dan HAM untuk proses harmonisasi. 

"Kalau sudah disetujui, lalu di harmonisasi oleh Kementerian Hukum dan HAM, selanjutnya tinggal diajukan ke Presiden karena itu kan Perpres. Perpres lama (nomor 37/2017) diubah dan sekarang draft revisi Perpres sudah di Kementerian Hukum dan HAM," ia menjelaskan kepada Liputan6.com. 

Hadiyanto menerangkan, skema pembayaran tunjangan kinerja bagi pegawai pajak nanti tetap berbasis kinerja. Namun akan lebih detail lagi untuk bisa mencakup berbagai kinerja masing-masing unit dan fungsi. 

"Jadi walaupun sama-sama satu Kantor Pelayanan Pajak (KPP), bisa berbeda cara penilaian kinerjanya dan akan berdampak ke tunjangan kinerja masing-masing," ujar dia.

Hadiyanto memastikan, pembayaran tunjangan kinerja pegawai pajak tahun ini masih mengacu pada Perpres Nomor 37 Tahun 2015. "Dan skema baru akan efektif di 2018," kata Mantan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu itu. 

Asal tahu, dalam Perpres Nomor 37 Tahun 2015, tunjangan kinerja untuk pegawai pajak di tahun-tahun berikutnya akan diberikan dengan mempertimbangkan realisasi penerimaan pajak pada tahun sebelumnya. Besaran tukin berdasar Perpres 37/2015, paling rendah Rp 8,45 juta untuk pelaksana lainnya dan Rp 117,38 juta untuk pejabat Eselon I, seperti Dirjen Pajak.  

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak, Puspita Wulandari sebelumnya pernah mengatakan, draft Perpres baru sesuai arahan Menkeu, parameter pemberian tunjangan kinerja bagi pegawai di lingkungan Ditjen Pajak ditambah, bukan hanya realisasi penerimaan sebagai basis perhitungan tukin.

"Tapi nanti diubah menurut beban kerja kantor, ada LTO Khusus, KPP Pratama, dan lainnya. Jadi Account Representative (AR) dengan grade 11 di KPP Pratama misalnya beda dengan AR grade 11 di LTO Khusus yang punya target atau beban kerja lebih tinggi," ia menjelaskan.

Indikator selanjutnya untuk menentukan besaran tukin, Puspita bilang, klasifikasi wilayah kerja. Ada lima wilayah yang menjadi patokan, yakni wilayah paling mahal dan paling murah, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS). Paling murah sudah ditetapkan di Solo, dan Papua yang paling mahal.

"Selanjutnya tetap ikut pada grade lampiran di Perpres 37, jadi sesuai dengan grade-nya," tegas Puspita.

Puspita menyatakan, dengan skema baru ini, pembayaran tunjangan kinerja didasarkan pada kinerja dan situasi. Kinerja diukur secara individual ada lima layer, yakni mulai dari stars, gold, average, under average, dan poor.

"Pada dasarnya Pak Jokowi sudah setuju, karena skema baru ini diharapkan lebih memotivasi pegawai pajak dengan segala usaha dan bebannya, dia akan dibayar pantas," tutur Puspita.

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

 

 

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya