Liputan6.com, Jakarta Persaingan sektor transportasi di Indonesia semakin ketat. Terlebih dengan adanya transportasi online yang belakangan ini semakin berkembang. Kondisi tersebut membuat Blue Bird Group memutar otak untuk bertahan.
CEO Blue Bird Group Bayu Priawan Djokosoetono mengatakan, saat ini operator transportasi darat berlambang burung tersebut mengalami banyak tantangan untuk memenangkan persaingan. Pasalnya, bermunculan pemain baru dengan konsep yang semakin maju.
"Dinamika banyak sekali dalam mengelola," kata dia saat menghadiri Rakernas Himpunan Pengusaha Kahmi (Hipka), di kawasan Thamrin, Jakarta, Kamis (21/9/2017).
Baca Juga
Menurut Bayu, meski persaingan semakin ketat Blue Bird tetap ingin menjadi pemain besar, strategi yang dilakukan dengan melakukan inovasi, memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatan pelayanan ke pelanggan.
"Kita lakukan ke depan menjaga kompetisi level sangat ketat. Inovasi perlu, dari awal kami harus pertama mengimplementasikan teknologi," tutur dia.
Bayu melanjutkan, melalui pemanfaatan teknologi digitalisasi, Blue Bird melakukan integrasi dengan produk yang telah disediakan perusahaan.
Advertisement
Selain itu, perusahaan tersebut juga bekerjasama dengan perusahaan jasa transportasi online untuk menyediakan kendaraannya. Dia pun yakin, cara tersebut akan membuat Blue Bird bertahan.
"Bisnis strategi yang kita lakukan, bagaimana mengintegrasikan produk kita digitalisasi yang ada dan saya yakin kita bertahan kedepan," dia menandaskan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Taksi Tak Beroperasi
Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta menyatakan jumlah perusahaan yang aktif mengalami penurunan drastis sejak 2014 lalu. Bahkan, dari 35 perusahaan taksi yang beroperasi di Jakarta, kini hanya tinggal empat perusahaan yang aktif mengoperasikan armadanya.
"Sampai awal 2014, perusahaan taksi yang masih aktif itu ada 35 perusahaan. Sekarang hanya tinggal empat yang aktif, berarti ini kan hanya tinggal 10 persennya saja," ujar Ketua Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Kamis (21/9/2017).
Dia mengungkapkan, keempat perusahaan yang masih aktif tersebut merupakan pemain besar di industri ini. Oleh karena itu, wajar jika keempatnya masih mampu bertahan di tengah perkembangan industri transportasi saat ini.
Baca Juga
"Kalau taksi itu yang aktif di lapangan tinggal empat perusahaan, yaitu Blue Bird, Express, Gamya dan Taxiku. Yang lain paling tinggal 1-2 armada saja. Dari yang jumlahnya ada yang ribuan atau ratusan," ujar Shafruhan.
Adapun jika dilihat dari jumlah armada, pada awal 2014, Organda DKI Jakarta mencatat taksi yang beredar di Ibu Kota mencapai 25.550 unit. Namun, pada saat ini hanya tersisa 9.000-an unit.
"Armada taksi pada Januari 2014 ada 25.550 unit, tapi sekarang yang beroperasi tinggal 9.000-an unit. Dulu Taxiku ada 2.500 unit, sekarang yang beroperasi tidak sampai 100 unit," kata dia.
Menurut Shafruhan, saat ini sebanyak 31 perusahaan, di luar empat perusahaan taksi yang masih aktif, memang belum berstatus tutup secara hukum. Namun, perusahaan-perusahaan tersebut sudah tidak lagi mengoperasikan armadanya.
"Secara resmi mereka belum tutup, tapi secara de facto sudah tidak ada (armadanya di lapangan). Jadi, kalau dilihat dari sisi hukum perusahaannya belum ditutup," ungkap dia.
Shafruhan menyatakan, salah satu taksi yang mulai menghentikan operasional armadanya, yaitu Sri Medali. Jika dulu ada sekitar 500-an unit armadanya yang beroperasi, saat ini mungkin tidak sampai lima unit yang beroperasi.
"Sri Medali, Dian Taksi, KTI, Kosti, Putra, itu contoh-contohnya. Contoh Sri Medali tadinya jumlahnya 500-an unit, tapi sekarang lima armada juga belum tentu beroperasi. Dan pada saat perpanjangan izin mereka tidak proses, jadi kendaraan tidak bisa jalan," tandas dia.
Advertisement