Liputan6.com, Yogyakarta - Koperasi Paguyuban Taksi Berargometer (Kopetayo) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menilai keputusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan 14 pasal dalam Peraturan Kementerian Perhubungan (Permenhub) Nomor 26 Tahun 2017 merugikan sopir taksi argo atau konvensional.
Bahkan, tidak menutup kemungkinan koperasi taksi konvensional gulung tikar apabila dibiarkan tanpa solusi. "Kami kecewa. Di samping itu permenhub juga bisa mencegah kemacetan di perkotaan dan melindungi hak konsumen," ucap Sutiman, penasihat Kopetayo DIY, Jumat (25/8/2017).
Ia meminta pemerintah untuk memerintahkan taksi online bergabung dengan taksi konvensional supaya ada kepastian hukum dalam usaha transportasi umum. Apabila tidak digubris, Kopetayo mendesak pemerintah untuk menegakkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang mengatur semua angkutan penumpang harus berpelat kuning.
Baca Juga
Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DIY, Agus Andriyanto, berpendapat keputusan MA ngawur karena tidak memikirkan dampak negatif di lapangan.
"Konflik taksi konvensional dan online akan semakin sering terjadi. Padahal dengan adanya permenhub kemarin kondisi membaik," kata Agus.
Saat dikonfirmasi, Kepala Bidang Angkutan Darat Dinas Perhubungan DIY, Harry Agus Triyono, menuturkan keputusan MA tentang pembatalan beberapa pasal tentang aturan transportasi online diberlakukan tiga bulan setelah putusan.
"Semua pihak harus menahan diri hingga ada keputusan baru dari Kemenhub," ucapnya.
Ia menambahkan, sebelum ada keputusan hukum berkekuatan tetap, peraturan seperti penerapan tarif batas atas Rp 6.000 per kilometer dan tarif batas bawah Rp 3.500 per kilometer, pembagian zonasi penumpang, dan standar minimum kapasitas mobil yang diizinkan mengangkut penumpang tetap ditegakkan.
Advertisement
MA Batalkan Aturan Transportasi Online
Beberapa hari lalu, Mahkamah Agung (MA) membatalkan beberapa pasal dalam Permenhub Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam Trayek. Peraturan tersebut merupakan dasar hukum operasi taksi online.
Dikutip dari laman MA, Selasa, 22 Agustus 2017, beberapa pasal tersebut kini tak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
"Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia PM 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam Trayek, tidak mempunyai hukum mengikat," tulis keterangan MA tersebut.
Adapun beberapa pasal tersebut yakni, Pasal 5 ayat 1 huruf e, Pasal 19 ayat 2 huruf f dan ayat 3 huruf e, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 huruf a, Pasal 30 huruf b, Pasal 35 ayat 9 huruf a angka 2 dan ayat 10 huruf a angka 3.
Lalu, Pasal 36 ayat 4 huruf c, Pasal 37 ayat 4 huruf c, Pasal 38 ayat 9 huruf a angka 2 dan ayat 10 huruf a angka 2 dan ayat 10 huruf a angka 3. Setelah itu, Pasal 43 ayat 3 huruf b angka 1 sub b, Pasal 44 ayat 10 huruf a angka 2 dan ayat 11 huruf a angka 2, Pasal 51 ayat 3 dan pasal 66 ayat 4.
Dalam putusan itu, MA meminta Menteri Perhubungan untuk mencabut ketentuan tersebut. Keputusan ini diambil setelah MA memeriksa dan mengadili perkara permohonan keberatan hak uji materiil terhadap Permenhub Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Salah satu pasal yang dibatalkan, yakni terkait dengan tarif seperti yang tercantum pada Pasal 19 ayat 2 huruf f. "Penentuan tarif dilakukan berdasarkan tarif batas atas dan batas bawah atas dasar usulan dari gubernur/kepala badan yang ditetapkan oleh direktur jenderal atas nama menteri setelah dilakukan analisis," bunyi ketentuan itu.
Advertisement