BPJS Kesehatan Usul Uang Cukai Rokok Tambal Defisit Pendanaan

Pada tahun ini, defisit pendanaan tersebut diperkirakan mencapai Rp 9 triliun.

oleh Septian Deny diperbarui 25 Sep 2017, 15:00 WIB
Diterbitkan 25 Sep 2017, 15:00 WIB
Proses Pendaftaran BPJS Butuh Waktu 14 Hari, Mengapa?
Proses administrasi BPJS Kesehatan untuk kategori peserta mandiri membutuhkan banyak waktu karena banyak hal teknis yang harus dilengkapi

Liputan6.com, Jakarta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengusulkan agar penerimaan cukai rokok diperuntukkan untuk menutupi defisit pendanaan (mismatch) untuk pembayaran klaim pesertanya. Pada tahun ini, mismatch tersebut diperkirakan mencapai Rp 9 triliun.

‎Direktur Kepatuhan Hukum dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan B‎ayu Wahyudi mengungkapkan, kenaikan cukai rokok bisa menjadi solusi alternatif untuk mengatasi masalah mismatch yang selama ini harus ditanggung pemerintah.

"(Dari cukai rokok) Semacam itu, ya sebangsa itulah. Penambahan tarif (cukai) rokok untuk kesehatan. Sebab harga rokok kalau di kita kan murah," ujar dia di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta, Senin (25/9/2017).

Sedangkan penyakit yang paling banyak menyedot dana klaim dari BPJS Kesehatan adalah penyakit katastropik, yaitu penyakit yang berbiaya tinggi dan secara komplikasi mengancam jiwa penderitanya.

"Sedangan penyakit katastropik yang dibayar BPJS itu hampir 30 persen, jadi menyedot uang itu. Penyakit katastropik termasuk hipertensi, jantung kanker, leukimia, gagal ginjal stroke dan sebagainya," kata dia.

‎Sebelumnya, B‎ayu Wahyudi menjelaskan, dari perhitungan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), terdapat selisih pembayaran iuran sebesar Rp 13 ribu per peserta. Sedangkan jumlah peserta pada kategori tersebut mencapai 92,4 juta jiwa.

"Dari hasil perhitungan, PBI itu bayar Rp 23 ribu, harusnya dibayar Rp 36 ribu. Itu sudah selisih Rp 13 ribu. Bayangkan, Rp 13 ribu dikali‎ 92,4 juta jiwa," ujar dia di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta, Senin (25/9/2017).

Selain itu, defisit tersebut juga disumbang oleh kekurangan bayar iuran peserta bukan penerima upah (PBPU). Selisih pembayaran iuran di kategori ini bahkan diperkirakan lebih besar lagi.

"Itu‎ dari selisih PBI, saja belum dari PBPU. Kelas I itu Rp 81 ribu per bulan, tetapi kelas II ini hanya Rp 51 ribu seharusnya (bayar) Rp 68 ribu, berarti selisih Rp 17 ribu. Kemudian kelas III yang seharusnya itu Rp 53 ribu hanya dibayar Rp 25.500," kata dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya