Peringati Hari Statistik, Kepala BPS Minta Warga Jujur

Untuk menghasilkan sebuah data statistik, BPS harus menempuh perjalanan panjang.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 26 Sep 2017, 12:29 WIB
Diterbitkan 26 Sep 2017, 12:29 WIB
BPS
Ilustrasi BPS (Liputan6.com/Johan Fatzry)
Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) sangat mengandalkan peran responden atau masyarakat Indonesia untuk menentukan kualitas data yang akan disuguhkan ke para pengguna. Pengguna data BPS antara lain pemerintah pusat dan daerah, asosiasi atau pengusaha, akademisi, dan lainnya. 
 
Kepala BPS, Suhariyanto atau yang akrab disapa Kecuk meminta kerja sama masyarakat yang merupakan responden dalam sebuah proses pengumpulan data. Seperti pada Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), maupun survei lainnya yang diselenggarakan BPS. 
 
 
"BPS tidak mungkin memiliki data berkualitas kalau tidak ada kerja sama dengan responden. Kalau data tidak benar, data yang disajikan salah, dan akhirnya kebijakan yang diambil meleset. Jadi responden merupakan elemen penting menghasilkan data berkualitas," kata Kecuk di peringatan Hari Statistik Nasional di kantor BPS, Jakarta, Selasa (26/9/2017). 
 
Menurutnya, untuk menghasilkan sebuah data statistik, BPS harus menempuh perjalanan panjang. Mulai dari perencanaan, pengumpulan data, pelaksanaan, pengolahan data, sampai dengan kearsipan. 
 
"Dalam mengumpulkan dan melaporkan data, kami menjunjung tinggi kualitas dengan memperhatikan relevansi data, keakuratan, ketepatan waktu, aksesibilitas, keterbandingan," jelasnya. 
 
 
 
 

Perjalanan Hari Statistik Nasional

Menilik masa lalu, penetapan Hari Statistik Nasional (HSN) berawal dari disahkannya Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 1960 tentang Statistik sebagai pengganti Statistiek Ordonnantie 1934 pada 26 September 1960. 
 
Tujuannya sebagai upaya penemuhan kebutuhan bagi penyusunan perencanaan Pembangunan Semesta Berencana. UU tersebut secara rinci mengatur penyelenggaraan statistik dan organisasi Biro Pusat Statistik. 
 
Selanjutnya, Presiden Soeharto menetapkan tanggal diundangkannya UU Nomor 7 Tahun 1960 tentang Statistik tersebut sebagai Hari Statistik Nasional. Alasannya bahwa kelahiran UU tersebut merupakan titik awal perjalanan BPS dalam mengisi kemerdekaan di bidang statistik yang selama ini diatur berdasarkan sistem perundang-undangan kolonial. Kemudian, pemerintah menetapkan UU Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik, sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 6 dan 7 Tahun 1960. 
 
Dalam perjalanannya, selain data ekspor impor, dan Indeks Harga Konsumen (IHK) atau inflasi, BPS juga telah melakukan penambahan variabel baru pada Susenas, pelaksanaan survei baru seperti Survei Kualitas Air (untuk menyajikan indikator capaian goal 6 SGDs), Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (untuk menyajikan indikator capaian goal 5 SDGs).
 
Adapula uji coba penerapan Computer-Assisted Personal Interviewing (CAPl) pada berbagai survei, serta pemanfaatan Big Data yang implementasinya telah dimulai pada data pariwisata (mobile positioning data), commuter, dan uji coba persepsi konsumen. 
 
"BPS juga terus berupaya mendorong majunya statistik sektoral, sebab kami menyadari bahwa Sistem Statistik Nasional yang solid perlu dukungan semua pihak," pungkas Kecuk. 
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya