Impor Naik 10 Kali Lipat, Kenapa Garam Masih Mahal?

Kenaikan impor garam pada Agustus lalu naik 10 kali lipat

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 02 Okt 2017, 15:11 WIB
Diterbitkan 02 Okt 2017, 15:11 WIB
Nelayan Tegal Terjepit Harga Selangit Garam Krosok
Pengeluaran nelayan Tegal gara-gara harga selangit garam krosok naik hingga 500 persen. (Liputan6.com/Fajar Eko Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, harga jual garam di 64 kota yang disurvei tercatat mengalami kenaikan 8,31 persen pada September 2017. Kenaikan ini tidak terpengaruh banjir impor garam yang terjadi di Agustus 2017 yang naik hingga 1.011 persen atau 10 kali lipat.

Kepala BPS, Suhariyanto atau yang akrab disapa Kecuk mengungkapkan, akibat kenaikan harga sebesar 8,31 persen pada September 2017, garam merupakan salah satu bahan pangan penyumbang inflasi pada bulan kesembilan dengan andil 0,01 persen.

"Di September, (inflasi) sudah ada pengaruh garam. Tapi kenaikan harganya hanya naik 8,31 persen dengan andil terhadap inflasi kecil, sebesar 0,01 persen," kata Kecuk di kantornya, Jakarta, Senin (2/10/2017).

Lebih jauh Kecuk menjelaskan, peningkatan harga garam terjadi di 64 kota dari 82 kota Indeks Harga Konsumen (IHK) yang di survei BPS. Sementara sisanya 18 kota mengalami stabilitas atau penurunan harga jual garam di pasar.

"Kenaikan harga di 64 kota IHK, sedangkan kota sisanya sudah mulai turun atau relatif stabil harganya. Misalnya harga garam di Tual dan Palopo masih tinggi, tapi di tempat lain justru sebaliknya. Jadi sumbangan 0,01 persen itu di 64 kota, bukan 82 kota," dia menuturkan.

Sementara itu, Direktur Statistik Harga BPS, Yunita Rusanti mengatakan, impor garam pada Agustus 2017 belum terlalu berpengaruh ke harga jual lantaran distribusi yang belum merata di seluruh Tanah Air.

"Kan pencatatan kami di 62 kota. Nah pendistribusiannya (garam) belum merata. Bisa jadi meski sudah ada impor, di beberapa kota ada yang sudah turun atau kembali ke harga semula, tapi di beberapa kota masih ada yang naik. Jadi lebih ke distribusi yang belum merata," terangnya.

Dia berharap, seiring pendistribusian garam impor ke seluruh wilayah Indonesia, harga jual garam akan terseret ke bawah. "Iya, harapannya begitu. Kan sudah dibantu impor. Jadi kalau semua kota sudah terdistribusi rata (garam impor), bisa menekan harga," tutur Yunita.

 

 

 

Impor Garam

Untuk diketahui, dari data BPS yang diterima Liputan6.com, Jakarta, Kamis (21/9/2017), nilai impor garam Indonesia dari beberapa negara sebesar US$ 11,17 juta atau sekitar Rp 148,56 miliar (kurs Rp 13.300 per dolar AS) pada Agustus ini. Realisasinya naik drastis 1.011 persen hanya dalam kurun waktu sebulan dibanding Juli ini yang baru US$ 1 juta.

Sementara secara kumulatif, total nilai impor garam Indonesia tercatat sebesar US$ 51,73 juta atau sekitar Rp 688 miliar sepanjang Januari-Agustus 2017. Jumlah ini turun dari realisasi periode yang sama tahun lalu senilai US$ 53,32 juta. Adapun pemasok terbesar garam ke Indonesia pada bulan kedelapan ini, adalah Australia dengan nilai US$ 10,46 juta atau sekitar Rp 139,12 miliar. Jauh lebih tinggi dari realisasi nilai impor bulan sebelumnya sebesar US$ 953,14 ribu.

Kemudian disusul impor garam dari India yang masuk ke Indonesia senilai US$ 679,45 ribu pada Agustus 2017. Sedangkan di bulan sebelumnya, Indonesia sama sekali tidak mengimpor garam dari Negeri Bollywood.

Dari Selandia Baru mengekspor garam ke Indonesia sebesar US$ 9.600, lalu pasokan garam dari Denmark senilai US$ 1.336, dan dari negara lainnya yang mengirim garam dengan nilai US$ 20,66 ribu atau turun dibanding Juli yang sebesar US$ 51,55 ribu.

"Impor garam ini ada yang untuk garam konsumsi dan ada garam industri. Importirnya ada beberapa, di antaranya PT Garam," kata Kasubdit Statistik Impor BPS, Rina Dwi Sulastri saat dihubungi Liputan6.com.

"Kalau untuk kuota (impor) apakah sudah masuk semua, kami tidak tahu. Kami tidak punya data," ucapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya