Belum Kantongi Izin, 2 Layanan Uang Elektronik Siap Bekerja Sama

Lembaga selain bank yang menyelenggarakan kegiatan uang elektronik dengan dana yang beredar di atas Rp 1 miliar harus mengajukan permohonan.

oleh Nurmayanti diperbarui 13 Okt 2017, 08:29 WIB
Diterbitkan 13 Okt 2017, 08:29 WIB
Ilustrasi alat pembayaran uang elektronik
Ilustrasi alat pembayaran uang elektronik

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) secara resmi menghentikan layanan isi ulang (top upuang elektronik beberapa perusahaan e-commerce. BI juga meminta perusahaan pemberi layanan uang elektronik tersebut segera mengurus izin. 

PayTren termasuk salah satu yang diminta mengurus izin layanan uang elektroniknya. Layanan teknologi transaksi pembayaran ini dikembangkan PT Veritra Sentosa Internasional (Treni) milik Ustadz Yusuf Mansur.

Kini PayTren diketahui menjajaki kerja sama dengan Grab terkait pengembangan bisnis. Dia menjelaskan, kerja sama tersebut merupakan upaya PayTren mengembangkan bisnis dan ekspansi. “Bukan diakuisisi, tapi kerja sama pengembangan atau ekspansi,” ujar Yusuf, Kamis (12/10/2017).

Meski demikian, dia memastikan, target terdekat saat ini adalah mendapat izin dari Bank Indonesia, terutama perizinan di sektor uang elektronik.

Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) terkait uang elektronik, Kepala Pusat Program Transformasi BI, Onny Wijanarko menjelaskan, lembaga selain bank yang telah menyelenggarakan kegiatan uang elektronik dengan dana yang beredar di atas Rp 1 miliar harus mengajukan permohonan izin ke Bank Indonesia.

Semua penyelengara uang elektronik yang layanan isi ulangnya dihentikan sementara oleh BI tersebut dana yang beredar telah melampaui Rp 1 miliar. Karena itu, perlu ada penyesuaian terlebih dahulu.

Seperti dikutip dari Antara, proses pengajuan perizinan uang elektronik dirancang dengan ketat oleh Bank Indonesia untuk melindungi konsumen. Akan sangat berbahaya jika ketatnya proses ini, dan sanksi tegas berupa penutupan membuat pelaku jadi fokus ke jual beli lisensi.

Walaupun Peraturan BI PTP tahun 2016 sudah mengatur bahwa jual beli tetap perlu persetujuan BI, kemungkinan lisensi menjadi alat mencari keutungan masih ada.

Adapun Grab adalah penyedia aplikasi transportasi online yang berbasis di Singapura. Grab sendiri memiliki aplikasi pembayaran uang elektronik bernama GrabPay.

GrabPay juga memiliki persoalan serupa dengan PayTren. Kepala Divisi Perizinan Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Siti Hidayati mengatakan layanan dompet elektronik GrabPay juga masih belum mengantongi izin operasi dari bank sentral.

Komisioner Ombudsman Indonesia, Alvin Lie, mendesak BI tegas terhadap perusahaan penyedia layanan transaksi uang elektronik yang belum mengantongi izin.

Menurut Alvin, ketegasan bank sentral sangat dibutuhkan demi menjaga keamanan uang milik masyarakat. Jangan sampai masyarakat dirugikan karena dananya diinvestasikan atau diputar tanpa sepengetahuan Bank Indonesia.

“Jadi saldo-saldo milik konsumennya harus segera dikembalikan sampai ada izin,” pungkasnya.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya