Liputan6.com, Jakarta Persaingan ketat di industri ojek online Indonesia telah menelan korban. Beberapa aplikasi ojek online, baik raksasa internasional maupun lokal, terpaksa menutup operasionalnya.
Salah satu contohnya adalah Uber, perusahaan raksasa asal Amerika Serikat yang pada tahun 2018 menarik diri dari pasar Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Advertisement
Keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan persaingan yang sangat ketat dan strategi bisnis perusahaan. Uber kemudian menjual bisnisnya di Asia Tenggara kepada Grab.
Advertisement
Penyebab Bangkrut
Kegagalan aplikasi ojek online di Indonesia bukan hanya dialami oleh pemain asing. Banyak aplikasi lokal yang juga harus mengakui kekalahannya.
Dikompilasi dari berbagai sumber, Kamis (13/3/2025), faktor-faktor seperti keterbatasan modal, model bisnis yang tidak berkelanjutan, dan kurangnya inovasi menjadi penyebab utama.
Contohnya, Call Jack, aplikasi lokal asal Yogyakarta, yang gagal bersaing karena keterbatasan pemasaran dan pengembangan fitur.
Begitu pula dengan Ojekkoe yang menggunakan model bisnis tanpa pembagian hasil, terbukti tidak menarik bagi pengguna dan investor.
Tidak hanya itu, aplikasi lain seperti Topjek, Ladyjek, Blujek, dan Ojek Argo juga mengalami nasib serupa. Meskipun beberapa di antaranya menawarkan fitur unik atau strategi harga tertentu, mereka tetap tidak mampu menghadapi dominasi Gojek dan Grab.
Perang harga, kendala teknis, manajemen yang buruk, dan kurangnya inovasi menjadi faktor penentu kegagalan mereka. Ladyjek, misalnya, meskipun menargetkan pasar perempuan, tetap tumbang karena berbagai masalah seperti bug aplikasi dan armada yang terbatas.
Faktor Penyebab Kebangkrutan Aplikasi Ojek Online
Beberapa faktor umum berkontribusi terhadap kegagalan aplikasi ojek online di Indonesia. Persaingan yang sangat ketat dari Gojek dan Grab menjadi penghalang utama bagi pendatang baru.
Kedua perusahaan tersebut telah menguasai pasar dan memiliki jaringan yang luas serta basis pengguna yang besar. Hal ini membuat aplikasi lain sulit untuk bersaing, terutama dalam hal daya jangkau dan pengenalan merek.
Selain persaingan, keterbatasan modal juga menjadi faktor krusial. Aplikasi ojek online membutuhkan investasi besar untuk pemasaran, pengembangan fitur, dan operasional.
Tanpa pendanaan yang cukup, aplikasi sulit untuk berkembang dan bersaing dengan pemain besar yang memiliki sumber daya lebih melimpah.
Advertisement
Kurang Inovasi
Kurangnya inovasi juga menjadi masalah. Aplikasi yang gagal beradaptasi dengan perubahan pasar dan tidak menawarkan fitur-fitur baru yang menarik akan ditinggalkan pengguna.
Model bisnis yang tidak berkelanjutan juga menjadi penyebab utama kegagalan. Strategi penetapan harga, pembagian pendapatan, dan fitur yang ditawarkan harus menarik bagi pengguna dan investor.
Jika model bisnis tidak menghasilkan keuntungan atau tidak menarik bagi pengguna, aplikasi akan sulit untuk bertahan. Terakhir, masalah operasional seperti kendala teknis dan manajemen yang buruk juga dapat menyebabkan kegagalan.
Sebagai contoh, OjekArgo yang sempat beroperasi dengan sistem tanpa pendaftaran akun, tetap tidak mampu bersaing. Topjek, dengan tarif murah dan fitur unik chat room, juga harus mengakui kekalahannya karena berbagai kendala operasional dan kurangnya inovasi. Ladyjek, meskipun fokus pada pasar perempuan, terhambat oleh perang harga dan bug aplikasi.
