Ada Anomali, Sri Mulyani Waspadai Perlambatan Konsumsi Masyarakat

Menkeu Sri Mulyani menuturkan, ada anomali yang terjadi mengingat inflasi sangat rendah, upah di pertanian tapi konsumsi tak meningkat.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 08 Nov 2017, 14:27 WIB
Diterbitkan 08 Nov 2017, 14:27 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani
Menteri Keuangan Sri Mulyani. (Liputan6.com/Fatkhur Rozaq)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mulai mewaspadai perlambatan konsumsi rumah tangga sebesar 4,93 persen di kuartal III-2017. Dia mengaku terjadi anomali dan pemerintah belum dapat merekam seluruh konsumsi masyarakat‎.

"Konsumsi rumah tangga 4,93 persen, kami lihat secara hati-hati. Di satu sisi inflasi sangat rendah, dan indikasi upah di pertanian, tapi konsumsi tidak meningkat. Ini ada satu anomali dan ini menjadi sesuatu yang perlu dipelajari," tegas Sri M‎ulyani di kantor pusat Ditjen Bea dan Cukai, Jakarta, Rabu (8/11/2017).

Sri Mulyani mengatakan, pemerintah akan menggenjot anggaran bantuan sosial untuk masyarakat miskin sesuai instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi), berupa Program Keluarga Harapan (PKH) maupun pemanfaatan dana desa guna meningkatkan daya beli masyarakat.

"Presiden instruksikan agar anggaran yang bisa menciptakan kas yang langsung bisa diterima masyarakat, sehingga daya belinya naik, apakah PKH atau melalui dana desa. Ini harus dilakukan dengan desain agar masyarakat bisa langsung menikmatinya dan daya beli bisa meningkat," jelas dia.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengaku, pemerintah juga memperhatikan pola konsumsi masyarakat kelas menengah ke atas. Data menunjukkan tabungan di atas Rp 2 miliar mengalami kenaikan, begitupun dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan.

"Artinya masyarakat atas yang memiliki daya beli malah menyimpan uangnya di bank. Ini berarti masalah, apakah mereka berubah dari sisi pola konsumsi dan perubahan itu belum terekam dari seluruh konsumsi yang dicatat BPS. Itu kami juga mau pahami," tutur Sri Mulyani.

"Karena bukan masalah daya beli, tapi apakah aktivitasnya karena belum ter-capture atau karena menahan. Apakah karena mungkin ‎masalah konfiden, tapi confidence konsumen tinggi banget, jadi di sini ada yang tidak ketemu, confidence tinggi, daya beli ada, tapi ada yang tidak terekam di sini. Ini kami perhatikan dan bahas," kata dia.

Pemerintah, Ia menuturkan, akan terus memonitor perkembangan daya beli dan konsumsi masyarakat. Namun pemerintah akan tetap berupaya menjaga inflasi serendah mungkin agar inflasi tidak menggerus daya beli masyarakat.

"Daya beli dari pendapatan, berhubungan dengan kesempatan kerja. Kalau menengah bawah, kami gunakan APBN dan APBD semaksimal mungkin, tapi untuk menengah ke atas dan berhubungan dengan lapangan kerja, maka indikator seperti impor bahan baku dan investasi yang meningkat, indikator ini menunjukkan bahwa kesempatan kerja akan tercipta dan momentum itu kami jaga," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Konsumsi Rumah Tangga 4,9 Persen

Konsumsi masyarakat Indonesia saat ini mulai berubah dari belanja barang, lebih kepada jalan-jalan (leisure) ke suatu daerah maupun ke luar negeri. Fenomena ini ditunjukkan dengan data-data indikator pertumbuhan konsumsi rumah tangga di kuartal III-2017.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto atau yang akrab disapa Kecuk mengungkapkan, konsumsi rumah tangga di kuartal III-2017 tumbuh sebesar 4,93 persen atau melambat dibanding realisasi 4,95 persen di kuartal II-2017 dan 5,01 persen di kuartal III-2016.

‎Konsumsi rumah tangga berkontribusi sebesar 55,68 persen terhadap pertumbuhan ekonomi di kuartal III ini yang sebesar 5,06 persen‎. Jadi konsumsi rumah tangga masih menjadi salah satu penyokong utama pertumbuhan ekonomi nasional.

"Memang pertumbuhan konsumsi rumah tangga melambat dibanding kuartal II ini dan kuartal III-2016. Tapi konsumsi rumah tangga masih kuat tumbuh 4,93 persen," kata Kecuk saat Konferensi Pers PDB Kuartal III-2017 di kantornya, Jakarta, Senin 6 November 2017.

‎Kecuk menerangkan, seluruh komponen konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh positif, meskipun ada beberapa yang melambat. Pertama, indikator makanan dan minuman, selain restoran di kuartal III-2017 tumbuh melambat sebesar 5,04 persen dibanding kuartal yang sama tahun lalu 5,23 persen.

Kedua, pakaian, alas kaki, dan jasa perawatannya tumbuh 2 persen atau ‎melambat 2,24 persen di kuartal III-2016. Ketiga, perumahan dan perlengkapan rumaha tangga melemah dari 4,17 persen di kuartal III-2016 menjadi 4,14 persen di kuartal III-2017.

Indikator keempat, kesehatan dan pendidikan justru naik tipis dari 5,36 persen di kuartal III tahun lalu menjadi 5,38 persen ‎di kuartal III ini. Kelima, transportasi dan komunikasi tumbuh melambat menjadi 5,86 persen dibanding 6,08 persen di kuartal III-2016.

Keenam, restoran dan hotel yang tumbuh signifikan dari 5,01 persen di kuartal III-2016 ‎menjadi 5,52 persen di kuartal III-2017. "‎Ini menunjukkan ada kecenderungan masyarakat bergeser dari nonleisure ke leisure. Karena komponen restoran dan hotel tumbuh tinggi," ujar Kecuk.

Dia menuturkan, indikator restoran dan hotel, rekreasi kecenderungannya semakin meningkat meskipun kontribusi terhadap konsumsi rumah tangga belum terlihat signifikan sekitar 14 persen-15 persen.

"Pola perubahan konsumsi ini perlu diwaspadai, seperti maraknya media sosial online yang menawarkan tarif wisata murah dan berpengaruh ke gaya hidup masyarakat," ujar Kecuk.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya