Minuman Berpemanis dan Emisi Motor Diusulkan Kena Cukai di 2018

Potensi untuk dipungut cukai atas minuman berpemanis dan emisi motor cukup besar.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 08 Nov 2017, 20:51 WIB
Diterbitkan 08 Nov 2017, 20:51 WIB
4 Fakta Tentang Minuman Berpemanis
4 Fakta Tentang Minuman Berpemanis

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan tengah mempertimbangkan dua barang sebagai objek cukai baru di tahun depan, yakni minuman berpemanis dan emisi kendaraan bermotor. Sementara cukai kantong kresek hanya tinggal menunggu restu DPR dan kemudian berlaku di 2018.

"Ekstensifikasi cukai ‎yang sudah resmi diajukan ke DPR, cukai kresek. Dan dari pemerhati kesehatan supaya mengurangi konsumsi pemanis sehingga menghindari penyakit gula atau diabetes (cukai minuman berpemanis)," kata Dirjen Bea dan Cukai, Heru Pambudi di kantornya, Jakarta, Rabu (8/11/2017).

Sementara itu, Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai, Marizi Zainudin Sihotang ‎mengatakan, Ditjen Bea dan Cukai fokus pada ekstensifikasi cukai terhadap objek yang sudah dilakukan kajian internal, yakni cukai plastik kresek, minuman berpemanis, dan emisi kendaraan bermotor.

"Prioritasnya di tahun depan kresek dan minuman berpemanis, karena ini yang mudah. Untuk yang minuman berpemanis, kami diskusikan ke Kementerian Kesehatan," tutur dia.

Sedangkan rencana pengenaan cukai emisi kendaraan bermotor, sambung Marizi, sudah dikaji Ditjen Bea Cukai. Potensi untuk dipungut cukai atas barang tersebut cukup besar.

"Kajiannya kami bikin dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Kementerian Perindustrian diikutkan dalam kajian. Jadi yang dikenakan (cukai) karbon yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor," jelasnya.

Menurut dia, ini adalah jenis cukai tidak langsung karena dikenakan ke produsen sehingga lebih mudah administrasinya. Lalu kemudian oleh produsen ‎dibebankan ke konsumen, mirip seperti mekanisme pungutan cukai rokok.

"Yang emisi kendaraan bermotornya sedikit kena cukai kecil karena eksternalitas negatif dari buangan emisi yang berdampak ke lingkungan. Konsep cukai, kalau kita kenakan atas dasar eksternalitas ‎negatif, apakah itu lingkungan, nanti ada earmark yang digunakan untuk biaya recovery kerusakan lingkungan dan kesehatan," terang Marizi.

 

Cukai Kantong Kresek

Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi mengatakan, kemungkinan besar cukai kantong kresek baru bisa diterapkan pada tahun depan. Rencana tersebut mundur dari target di 2017.

"Kalau kita lihat kemungkinannya akan seperti itu (2018)," ujar Heru.

Heru menegaskan, pemerintah akan terus berkoordinasi dengan Komisi XI DPR untuk membahas pengenaan cukai kantong kresek sebagai objek cukai baru. "Terus dibahas, setiap ada kesempatan pasti akan dilakukan. Ini kan APBN sudah selesai, kita akan bicara dengan Komisi XI," tuturnya.

Sementara itu, Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai, Marizi Zainudin Sihotang mengaku, proses konsultasi pengenaan cukai kantong kresek dengan Komisi XI DPR memakan waktu yang cukup lama.

"Iya konsultasinya (lama). Ketemu waktu antara Bu Menteri Keuangan dan Komisi XI DPR. Termasuk ada dunia usaha yang keberatan dan tidak, biasa lah kalau mau dikenakan pembebanan, semua orang tidak suka," ujarnya.

Dia optimistis, cukai kantong kresek dapat mulai berlaku tahun depan. Namun tidak dapat dipastikan kapan waktunya secara spesifik.

"Kita usahakan tahun depan bisa goal, kantong kresek sebagai barang kena cukai baru karena ini kan tergantung dari DPR. Kalau sudah ada persetujuan dari DPR, disusun draft Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Kalau sudah oke, PP-nya kita bahas antar kementerian, lalu jalan," tegasnya.

Untuk potensi penerimaan yang masuk ke kantong negara jika implementasi tahun depan, Marisi mengaku belum menghitungnya. "Tahun depan belum dimasukkan, jadi nol. APBN ini belum, kan waktu itu sempat Rp 500 miliar, lalu di APBN-P 2017 hilang," terangnya.

Sebelumnya, DJBC terus berupaya menggolkan pungutan cukai kantong plastik di tahun ini. Rencananya, pemerintah akan menarik tarif cukai kresek sekitar Rp 100 per lembar. Namun harus mundur untuk kedua kalinya setelah sebelumnya gagal di 2016.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya